Sabtu, 24 Oktober 2015

PLEASE LOOK AT ME




PLEASE LOOK AT ME

Author : Yeonhwa
Genre : Sad, Hurt, Romance (?)
Cast     :  Jeon Jungkook, Min Yoongi, Min Yoonri (OC)
Warning! Typo bergentayangan dimana-mana, alur cerita yang kurang sedap, pemilihan kata yang amburadul. Maka dari itu mohon kritik dan sarannya ya readers, supaya ke depan bisa lebih baik lagi.

Happy Reading ~~~

Summary : Gadis berparas cantik  sedang menikmati alunan musik sambil memainkan ponselnya. Sesekali dia tersenyum kearah layar benda berbentuk persegi empat itu. Tak selang bebarapa lama, dia berlari ke arah pintu, menyambut hangat seseorang yang telah dinantinya. Sementara tak jauh dari pintu rumahnya seorang pria memandangnya penuh kesedihan, dia hanya bisa menikmati drama yang entah sampai episode berapa akan berakhir. “ Kumohon lihatlah aku”.

***

“Ini ruangan isolasi bagi pasien dengan gangguan mental sedang hingga berat” ucap chief Resident sambil menerangkan status pasien-pasiennya. Seorang  pria bernama Jeon Jungkook kini berada diantara segerombolan para calon dokter spesialis Jiwa atau psikiater. Profesi yang menuntut kesabaran dan pemahaman lebih kepada pasien-pasiennya.

Lantai 12 Kamar 20A. Ruang ini merupakan salah satu dari sekian ruang VIP yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Sesuai dengan kelasnya, ruang ini hanya melayani pasien-pasien istimewa. Perlahan Jungkook mengintip dari kaca kecil yang tertempel di pintu, dia hanya bisa melihat siluet seorang gadis yang duduk diatas ranjangnya sambil tertawa memainkan sekuntum mawar di genggamannya.

“Perawat Hwang bisakah aku melihat status pasien kamar 20A?” pinta Jungkook. Lalu seorang perawat menyodorkan papan yang didalamnya berisikan data dan status pasien yang diminta. Sambil mendekat ke arah Jungkook perawat itu lantas berbisik.

“Kau tau dokter, pasien itu cantik tapi sayang dia sungguh menyedihkan, kau tau kenapa?” belum selesai perawat itu berbicara, kepala perawat berdehem bermaksud menghentikkan dongeng itu, sementara Jungkook tersenyum membalas maksud kepala perawat Hwang.

Jungkook POV

Aku perlahan memasukki kamar itu, ini sudah seminggu sejak aku menjadi dokter pendampingnnya. Dia gadis yang kukenal bernama Min Yoonri, dia benar-benar menyedihkan. Parasnya yang cantik dan ceria memang sepintas menutupi sakit yang dia alami.

“Ah dokter Jeon rupanya. Oppa kau tau dokter Jeon ini sangat baik, dan tambahan lagi dia tampan” gadis itu terkekeh sendiri. Bagiku dia sedang berbicara dengan udara kosong yang menyelimutinya, tapi baginya dia kini sedang ditemani oleh seorang pria yang sangat dia cintai.

“bagaimana keadaanmu Yoonri-ssi? Apakah pusingmu sudah berkurang?” tanyaku.

“Aku sudah sangat sehat sekarang, dan aku...”

“Apakah kau sudah bisa tidur nyenyak?” ucapku menubruk perkataannya sebelum dia kembali merengek meminta pulang.

“sudah kubilang aku sudah sehat dokter, bahkan lihatlah aku sudah menghabiskan sarapanku sampai tak tersisa” ucapnya lucu sambil menunjukkan mangkuk nasinya yang telah kosong.

“sepertinya besok kau sudah bisa pulang, tapi ingat jangan lupa untuk sesekali mengunjungiku hmm” aku mengelus pundaknya, sebenarnya hati ini selalu ingin mengelus rambutnya, menenangkannya dalam pelukanku, tapi itu mustahil, bahkan dia tidak mengenaliku.

Flash back

“Yoonri-ah kenalkan dia teman-temanku” Yoongi mengenalkan adik perempuannya kepadaku, Seokjin, dan Jimin. Kami memang terpaut umur yang lumayan jauh, tapi karena musiklah kami bertemu. Meski kami memiliki latar pendidikkan yang berbeda tapi bukan berarti menghalangi persahabatan kami.

“Annyeonghaseyo, Min Yoonri imnida” gadis itu cantik. Dan memang benar satu dantara kami telah berhasil merebut hatinya. dia Park Jimin, pria yang kebetulan mengambil jalur pendidikkan yang sama denganku dan Yoongi, kami sama-sama bersekolah di fakultas kedokteran. Lalu hubugan Jimin dan Yoonri terjalin tak bebrapa lama setelah perkenalan kami dengan gadis itu. Dan sejak saat itu pula aku menjadi penonton setia drama mereka. Selama 3 tahun aku menjadi penonton mereka dan tak jarang aku menonton secara live, dan itu membuat hatiku merasa perih namun aku memilih diam dan tersenyum. Hingga dia awal tahun internshipku kabut gelap kembali menghantamku.

“Jungkook-ah kemari” seorang dokter memanggilku, aku yang watu itu bertugas dibagian gawat darurat dan traumatologi segera menghampirinya.

“Pasien TA dengan kesadaran yang terus menurun, BP 40/30 dan pasien sempat mengalami arrest tadi” papar seorang petugas 911. Sementara aku masih sibuk dengan berkas-berkas yang harus disiapan untuk tindakkan pasien tersebut.

“Jungkook-ah siapkan ruang ct-scan dan ruang operasi” perintah dokter itu lagi. Tanpa ba-bi-bu aku langsung menyiapkan segala yang diperintahkan. Dan bagai tersambar petir di siang hari, dia pasien yang kini kutangani adalah sahabatku sendiri, sahabat yang sudah ku anggap sebagai kakak.

“hyung” aku terdiam sesaat,

“apa yang kau lakukan cepat bawa pasien ke ruang ct san!”

“ba...baik saem!” dengan hati-hati aku mendorong brangkar tempat kakakku terbaring lemah sekarang. kakiku terus melangkah namun mataku tak sedetikpun menjauh dari pria yang kini diam tak sadarkan diri.

“apa kau mengenalnya?” ucap seorang perawat yang menemaniku.

“ya, aku sangat mengenalnya, dia kakakku” aku berasaha tegar.

Selesai dengan ct-scan aku lantas bergegas menuju ruang operasi, namun aku tak bisa menemaninnya berjuang di dalam sana.

Unit gawat darurat ramai seperti biasanya tapi entah mengapa aku merasa sepi, alih-alih ingin mencari minum, kakikku justru menuntunku ke kamar operasi, dan seketika itu juga brangkar berisi manusia tak bernyawa melesat di depanku. Tangannya terjatuh, seakan menjulur ingin memberitahukan sesuatu kepadaku.

“Hyung...?.tunggu sebentar!” aku bergegas mendekat. Dengan penuh keberanian aku membuka selimut putih yang menutupinya. Tuhan....apa-apaan ini, hatiku sakit, rasanya aku kehilangan sesuatu yang berharga, dia, Jimin-hyung, kakakku telah pergi.

“Apa kau mengenalnya?” tanya dokter bedah kepadaku.

“Ya aku mengenalnya” aku mengangguk dengan iringan sungai kecil yang mengalir dipipiku.

“Maafkan kami, kami sudah berusaha dengan baik, tapi luka yang dia derita cukup parah, fraktur di kepalanya membuat perdarahan di bagian otaknya cukup parah, selain itu hemothorax yang terjadi juga memperburuk keadaannya, sekali lagi maafkan kami.” Dokter bedah itu menjelaskan semua kronologinya. Dan aku hanya bisa mematung.

Dan sejak saat itu aku tak mengetahui lagi keberadaan Yoonri, gadis kecilku yang aku cintai. Hingga suatu hari di awal residensiku aku kembali menemukkan dia disini.

***
“YA...!”

“Ah kau hyung, ada apa?”

“Bagaimana perkembangan adikku?”

“Sepertinya memang cukup sulit untuk membuatnya pulih dalam waktu singkat hyung, tapi aku rasa untuk sementara kita harus mengalah, mengikutinya.”

Dan percakapan menganai Yoonri, membawa kami ke masa lalu. Cerita masa lalu memang sungguh menarik untuk dijadikan bahan obrolan.

“Dokter Min...adik anda kembali lagi ke sini, sepertinya dia mencoba unutk bunuh diri lagi” seorang perawat terengah-engah memberikan kabar buruk itu.

“Kajja hyung!” aku bergegas ke ruang gawat darurat. Dan benar saja gadis itu hampir saja mengakhiri nyawanya. Pergelangan tangannya nyaris putus karena sayatan pisau.

“Yoonri-ah sampai kapan kau akan seperti ini?” kulihat Yoongi memegang erat tangan adiknya itu, seakan tak rela dia pergi dari sisinya. Di sampingnya seorang wanita penuh dengan kasih sayang mengelus kepala gadis yang kini kembali terbaring lemah.

“Jongkook-ah harus sampai kapan dia akan seperti ini?” pertanyaan yang benar-benar sulit untuk dijawab olehku. Aku sendiri tak tahu sampai episode berapa drama ini akan berakhir setelah sekian lama berhenti untuk semntara, dan ketika aku kembali ke rumah sakit drama itu kembali menjadi tontonanku.
***
Hampir setahun dan drama ini belum juga berakhir. Dengan segala upaya aku berusaha untuk mehamami dan mengikuti alur cerita di drama itu. Yoonri, gadis yang selalu berada di hatiku, entah sampai kapan dia terus seperti ini. Terkadang lelah kerap mengahampiriku, lelah karena terus berpura-pura mengerti, lelah karena terus berharap akan kedatangan gadis itu, lelah karena terus menjadi penonton setia.

Aku berada sepuluh langkah dari rumah Yoonri, dan aku bisa melihat jelas gadis itu dari jendela. Dia sedang sibuk dengan ponselnya. Mulut mungilnya bergerak-gerak seakan sedang menyanyikan lagu yang ceria, mata indahnya memancarkan kebahagiaan yang sedang dia rasakan. Sesekali dia tersenyum ke arah benda berbentuk segi empat itu. Dan tak lama dia berlari ke arah pintu, seolah seseorang yang telah dinanti datang.

“Jimin oppa...” aku bisa mendengar jelas nama itu, tangannya terjulur memeluk hangat sosok yang hanya nyata didalam pikirannya itu.

Aku, aku seperti pria bodoh yang hanya bisa diam mengamati dari jauh keceriaan gadis yang sangat dicintainya. Setelah mengumpulkan keberanian aku melangkah maju, menghampiri pintu rumah Yoonri. Tak perlu memencet bel Yoonri sudah berlari ke arahku, wajah cerianya menyambutku, tangan kirinya mengamit lenganku mengajak masuk ke rumahnya yang hangat, sedangkan tangan kanannya mengamit sosok Jimin. Dengan terpaksa aku tersenyum kearahnya, aku tak ingin merusak kebahagiaannya walaupun hatiku terasa perih melihatnya seperti ini.

“Kalian tunggu sebentar,duduk yang manis dan jangan coba-coba untuk bertengkar, aku akan bersiap-siap, ara!” ucapnya penuh peringatan “Ah ibu, kenapa hanya membawakan satu gelas cokelat hangat, mana cokelat hangat untuk Jimin oppa?” wajahnya mulai merajuk ketika melihat ibunya hanya membawa secangkir cokelat hangat.

“Tentu saja ada, tenanglah ibu tidak melupakan jimin, ada satu dibelakang dan ibu sedang membuatkan yang istimewa untuk Jimin.” Hembusan nafas panjang mengakhiri perkataan nyonya Min. Mendengar jawaban ibunya, Yoonri lalu mencium pipi nyonya Min lalu bergegas ke kamar.

“Ibu tak apa-apa?” aku menghibur nyonya Min.

“Aku sudah lebih kuat sekarang Jungkook-ah, aku mohon jaga Yoonri, dia sangat berharga bagiku dan Yoongi” nyonya Min menggenggam tanganku penuh harap, dan aku tersenyum menanggapi permohonan nyonya Min.

“Oppa ayo kita berangkat.” Senyum cerianya sungguh membuatku tak pernah berhenti untuk mengatakkan Cantik, sungguh cantik. Tangan kanannya memegang keranjang piknik. Aku rasa dia bekerja keras unutk mempersiapkan acara liburannya ini.

“Bekal apa yang kau bawa Yoonri-ah?” aku berusaha mencairkan suasana, karena jujur saja di mobil ini begitu dingin, Yoonri terlalu sibuk dengan sosok Jiminnya itu sedangkan aku seperti seorang supir yang sedang mengantarkan tuannya.

“Rahasia...yang pasti kau dan Jimin oppa akan menyukainya.” Jawabnya meledek.

Aku tersenyum melihat polahnya. Sesekali aku mencuri pandang melihat wajahnya yang ceria. Meski Yoonri selalu ceria, aku justru merasa sedih, karena keceriaannya itu justru sakit baginya.

TIINNN...TTIIINNN....!!!!

Suara klakson mobil bersahutan, macet. Tiba-tiba saja jalanan berubah macet, entah ada kejadian apa di depan. Ku buka jendela mobil.

“Ahjussi, ada apa di depan sana?” tanyaku pada pria yang berjalan di samping mobilku.

“Ada kecelakaan, dan korbannya masih belum bisa dievakuasi” jawabnya. Aku lantas membuka pintu bermaksud ikut menolong, karena bagaimanapun juga aku ini seorang dokter meski aku bukan dokter ahli bedah sekalipun.

“Oppa mau kemana?” tanagn Yoonri mencegahku untuk keluar.

“Kau disini saja, aku akan keluar sebentar melihat keadaan di depan sana” aku melepaskan tangannya dari lenganku.

Benar saja, keadaan di depan sana sunggh kacau. Korban banyak yang terhimpit badan bus, bahkan karena kondisi jalanan yang macet parah tim 911 tidak bisa masuk ke lokasi kecelakaan. Aku menggulung lenganku membantu mengevakuasi korban. Satu persatu korban aku periksa keadaannya hingga petugas 911 datang.

“Dokter, tekanan darah pasien terus menurun” seorang petugas 911 berteriak memanggilku. Mendengar hal itu aku berlari menghampiri pasien yang dimaskud.

“ANDWEEEEE....!!!!!” aku mendengar teriakkan seorang gadis.

Ya Tuhan, aku melihat gadisku kini duduk bersimpuh di aspal, tangannya menutu telinganya, matanya terpejam erat. Raut wajahnya berubah menjadi katakutan. Aku segera berlari menghampirinya,

“Segera kirim pasien ke Rumah Sakit terdekat!” aku mengisntruksikan kepada kru 911.

Kupeluk erat tubuh ringkihnya. Di terus menangis, katakutan dan tak berhenti meronta. Aku paham memori buruknya kembali menyerangnya. Tak ingin hal buruk terjadi, aku segera membawanya kembali ke Rumah Sakit.

“Tidak mungkin! hentikkan!” kembali, Yoonri meronta. Bahkan kini selang infus yang terpasang hendak di lepas secara paksa.

“Apa yang kau lakukan?” kali ini kesabaranku hampir habis. Aku mencengkram lengannya.

“Tidak mungkin, Jimin oppa masih hidup! Dia tidak mati! Dia masih hidup!” Yoonri meronta, membentak, bahkan matanya melotot kearahku, semua kebenciannya tergambar jelas di wajahnya. Aku tak bisa lagi menahannya, dia melepas paksa tanganku lalu berlari keluar.

Aku berlari mencarinya namun kalah cepat. Seseorang yang sedang terbakar emosi bisa melakukan hal-hal yang diluar dugaan, bahkan tenaganya bisa lebih kuat dari biasanya. Ruang Gawat darurat kini menjadi sasaranku, aku mencari kesetiap sudut, namun masih nihil. Hingga Yoongi melintas di depanku dengan tergesa-gesa.

“Hyung, apa yang kau lakukan disini?” belum sempat menjawab, aku melihat seorang gadis tergeletak di atas brangkar, dan gadis itulah yang aku cari sekarang.

“Hyung kenapa bisa terjadi seperti ini?” dan Yoongi masih diam, dia masih fokus dengan Yoonri. Rasa bersalah benar-benar menghantuiku, aku tidak bisa menjaga Yoonri dengan baik.

“Cepat siapkan ruang ct-scan dan ruang operasi, hubungi bagian neurologi, orthopaedi dan anastesi, SEKARANG!” Yoongi yang kulihat kini sungguh menakutkan, belum pernah aku melihat wajahnya setakut itu. Beruntung Yoongi juga bekerja di Rumah Sakit ini jadi tidak terlalu repot dengan segala administrasi persyaratan-persyaratan tindakkan yang sifatnya gawat darurat di sini.

“Maafkan aku hyung...” aku tertunduk lesu di depan pintu ruang operasi.

“Tak apa-apa, ini bukan salahmu Jongkook-ah” Yoongi menepuk pundakku berusaha untuk menenangkanku.
***

Sudah tiga hari berlalu tapi kondisi Yoonri belum juga membaik, kesadarannya masih labil. Mesin pasien monitor masih menemaninya dengan berbagai macam selang menempel di tubuhnya. Aku berusaha untuk selalu di sampignya, menemaninya meski dia tak pernah melihatku.

“Ibu...” dia mengerang, jari lentiknya bergerak-gerak, matanya terkejap-kejap.

“Kau sudah sadar Yoonri-ah?” aku memastikkan kesadarannya dan bergegas menghubungi Yoongi, nyonya Min dan juga dokter pendampingnya tentunya. Terimakasih Tuhan.

Kini tubuh Yoonri lebih lemah dari sebelumnya, kecalakaan yang dia alami membuatnya kini harus menjalani serangkaian fisioterapi yang sungguh melelahkan. Dengan sabar aku menemaninya berlatih, walaupun dokter mengatakkan dia tidak akan bisa berjalan normal kembali. Tapi bagiku melihatnya bisa kembali hidup adalah hal yang sangat berharga.

“Kau sudah siap?” aku membuka pintu kamar 205 tempat Yoonri dirawat. Hari ini Yoonri sudah di perbolehkan pulang, dan aku berjanji padanya untuk menjemputnya.

“Aku sudah siap. Semuanya sudah ku masukkan ke tas, dan ku pastikkan tak ada yang tertinggal” senyumnya kembali terukir indah di wajahnya.

Sejenak aku mempir ke sungai Han, sebelum aku mengantar Yoonri pulang. Aku ingin mengajaknya jalan-jalan sekedar menghirup udara segar. Aku mengajaknya berkeliling sebentar di pinggiran sungai Han yang sejuk. Pemandangan saat itu sungguh indah, warna daun yang menguning yang siap untuk terjatuh dari ranting-ranting pohon menjadi pemanis tersendiri disekitar sini. Aku menghentikkan langkahku di bawah pohon maple.

“Yoonri-ah tunggu disini sebentar, aku akan membeli minuman hangat kesukaanmu” aku beranjak dari sisinya, namun tiba-tiba tangannya menahanku.

“Jangan pergi oppa, aku takut, temani aku”

“Apa maksudmu? Aku hanya pergi ke sana sebentar” aku menunjuk minimarket yang berada tak jauh dari sini.

“Aku mohon oppa, jongkok oppa...” dia menatapku, matanya menyiratkan kalau dia berkata sungguh-sungguh ingin ditemani olehku. Aku berjongkok menyesuaikan tinggi badanku dengan kursi rodanya.

“Apa yang membuatmu takut hmm?” aku menggenggam tangannya.

“Aku ingin memulainya dari awal oppa, tolong temani aku untuk memulainya karena aku terlalu takut oppa...” air matanya menetes, gadisku menangis.

Refleks aku memeluknya dan tak kusangka dia membalas pelukanku, dan kini aku bisa merasakkan hal yang memang sudah lama aku ingin rasakkan.

“Tenanglah aku disini akan menemanimu Yoonri-ah, mari kita mulai semuanya dari awal” aku mengelus rambutnya, memelukknya erat, dan meyalurkan semua yang ku impikan selama ini. Terima kasih Yoonri-ah kau kini bisa melihatku, aku akan berusaha menjagamu dengan baik, aku janji akan menemanimu selama aku masih bernafas.

END


Silahkan kritik dan sarannya untuk segera di tuangakan dalam coretan-coretan komentar kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar