Is It You?
.
.
.
Yoonri POV
“Ah!” aku merentangkan tanganku,
meregangkan otot-otoku yang terasa sangat kaku. Ku hirup udara malam ini dengan
rakus, berusaha memenuhi paru-paruku dengan udara segar dari luar Rumah Sakit.
Setidaknya paru-paruku sedikit terbebas dari cemaran aroma desinfektan dan
obat-obatan.
“Segarnya~,” aku berucap senang.
Ku ayunkan tungkaiku menyusuri
jalanan malam ini. Berjalan kaki dari Rumah Sakit menuju apartemen bukanlah hal
yang buruk. Terlebih lagi setelah empat hari aku tak bisa merasakan nikmatnya
udara malam beserta kesibukannya. Para pedestrian, lalu-lalang kendaraan, para ahjumma penjajan makanan, suasana itu
sungguh ku rindukan.
“Hmmm...sepertinya ini nikmat!”
aku membaui aroma setusuk Oden yang ku beli dari warung tenda di pinggir jalan.
Melahapnya dengan nikmat, mencoba ini dan itu, memenuhi perutku yang memang
belum ku isi sejak sore. Ah, operasi masectomy
itu benar-benar membuatku kelaparan sekarang.
Selesai makan ku lanjutkan
kembali langkah kakiku. Menikmati kesibukkan yang ada. sambil melepas penat.
Ku ambil ponselku, ku ambil
sebuah selca dariku dengan latar lalu-lalang jalanan yang berada tepat di
belakangku. Ku tuliskan sebuah caption. “Malam yang indah”, lalu ku arahnya ibu
jariku ke tombol send dan BRUK!
“AW!” sesorang menubruku.
“YA!” aku meneriakinya. Pria kurang ajar tiba-tiba saja menubrukku
lalu pergi begitu saja.
“MAAF!” teriaknya sambil berlari.
“YA! TUNGGU! YA KAU!” aku
merasa kesal sendiri. Segera ku ambil ponselku yang terjatuh karena insiden
tadi. Ku periksa kembali selca yang akan ku kirimkan ke akun sns-ku. dan “YA! PRIA SIALAN! ISH!” aku
berlari mengejar pria sialan tadi. Ponselku tertukar dengannya.
===000===
Sepertinya aku harus mengganti
captionku menjadi, “Malam yang sial!”. Aku terus berlari mengejar pria sialan
tadi.
“YA JEON-AH!” aku melihat seorang
pria lagi yang berbaju sama persis dengannya.
Langkahku terhenti seketika.
Melihat pemandangan menegangkan di depanku, membuat jantungku berpacu lebih
cepat dalam melaksanakan tugasnya. Tiga orang pria tengan mengarahkan senapan
mereka ke arah pria yang di panggil dengan nama Jeon. Aku bersembunyi di balik
pohon. Situasi benar-benar tidak baik untuk saat ini. Begitu tegang, panas, dan
mengerikan.
“Tidak, tidak, tidak!”
berkali-kali aku menggelengkan kepalaku. Bayangan bocah aneh yang menjadi
pasienku tiba-tiba terlintas di benakku. Entah angin apa yang membuat wajahnya
hadir dalam pikiranku saat ini.
“Cih, beraninya keroyokan HAH!” kalimat
provokasi terlontar dari mulut pria kini tengah berada dalam pengawasan tiga
orang bersenjata.
“OMO!” aku membungkam mulutku
melihat wajah yang ini terlihat jelas setelah dia meleparkan topinya. Benar!,
ternyata dia, Jeon Jungkook, bocah aneh yang selalu mengusik pekerjaanku.
BUGH!
PRAK!
DZIGH!
DOORRR!
Suara senapan mengagetkanku.
Refleks, aku ingin berlari ke arahnya. Dadanya
terluka. Ini gila! Baru saja luka di kakinya selesai diobati kini dia kembali
bertarung dan membuat dadanya menjadi korban.
“Sssttt...jangan!” seseorang
menarik lenganku ketika aku baru melangkahkan kakiku.
“Kau?” aku menoleh dan ku dapati
Taehyung lengkap dengan senapan laras panjang di tangannya.
“Tapi Jungkook,”
“Tidak usah khawatir.” Dia
menunjuk ke arah semak-semak di seberang sana. Sekelompok pasukan back-up sudah standby.
“Tidak bisa, dia masih sakit!”
aku melepaskan cengkraman tangan Taehyung. Aku berlari mendekati pria yang kini
sedang tersungkung di tanah.
“Kau, kenapa kau ke sini bodoh!”
“Kau yang bodoh!” Aku meraba luka
bekas tembakan peluru di dadanya.
“Rupanya ada pahlawan kesiangan!”
ucap seorang pria yang bisa ku tebak dia adalah musuh Jungkook.
“Pergilah, ini berbahaya!”
Jungkook menasehatiku.
“Tidak, kau sedang terluka
bodoh!” aku bersih keras untuk tetap berada disampingnya. Tapi JLEB! Aku merasa
sebuah benda tajam membuat luka perih dan nyeri di punggungku.
“Arrghh!” aku tersungkur di
pangkuan Jungkook.
“YA! BRENGSEK!” terakhir aku
mendengar teriakan Jungkook dan setelahnya DOORRR! Suara senapan terngiang di
telingaku, setelah itu semuanya terasa gelap.
Jungkook-ah, siapa kau
sebenarnya. Kau masih sekolah, tapi kenapa kau bisa berurusan dengan pria-pria
menyeramkan itu? apa orang tuamu tak khawatir denganmu? Apa kau tak
mempedulikan keselamatanmu?
Ada ratusan pertanyaan yang terus
menggerus pikiranku, bahkan dengan mata yang masih terpejam seperti sekarang
ini, dia dan segudang pertanyaan mengenainya terus memenuhi otakku.
TBC

Tidak ada komentar:
Posting Komentar