WHO ARE YOU
-Yoonri POV-
“Ini bukti
pembayarannya. Terimakasih Tuan, semoga lekas sembuh,” aku mendengar seorang
petugas administrasi berucap pada pria yang ku tahu dia adalah kakak dari bocah
aneh bernama Jeon Jungkook.
“YA! Diamlah
sebentar!” aku memukul pelan kakinya agar dia bisa diam.
“Ish, pelan-pelan, sakit!” dia
membentakku. What the hell, dia
merengek kesakitan, padahal aku baru saja membuka kasanya, belum membersihkan
lukanya.
“Cih,” aku
mengumpat ke arahnya lalu melanjutkan pekerjaanku. Ku periksa kondisi lukanya
lalu ku olesi povidone iodine dengan
kapas dan pinset, dan sengaja aku berikan penekanan yang sedikit bertenaga
suapaya dia bisa diam, karena aku geram padanya.
“YA! SAKIT! KAU MAU MELUKAIKU EOH?!” dia
melotot ke arahku. Aku hanya meliriknya sekilas lalu kembali menekankan kapas
itu ke lukanya.
GREB...
Dia menarik
tanganku. “YA!” dia menggertakku
dengan tatapan mautnya. Oke, jarakku dan dia hanya dekitar 10 cm, dan
jantungku, oh Tuhan, kenapa aku terkena aritmia
mendadak seperti ini.
“YA!” aku melepaskan cengkraman tangannya
dari pergelangan tanganku. Segera ku tutup bekas lukanya dengan kassa lalu
segera menjauh darinya.
“Huh~” aku keluar
dari ruangannya dengan kondisi yang sedikit panas. Ku gunakan tanganku untuk mengipasi
wajahku yang memanas.
“Kau kenapa?” tanya
seorang perawat yang berpapasan denganku.
“Ah, tidak apa-apa,
hehehe...” bohong! Tidak apa-apa apanya, jelas-jelas aku merasa kepanasan. Tapi
dia, perawat
itu malah semakin mengintimidasiku dengan matanya.
“Benarkah?”
“Iya, eumm..masker
ini membuatku sedikit panas, pengap rasanya.” Dustaku, sambil berusaha melepas
masker yang sedari tadi terkalung di leherku.
Hari ini menjadi
hari terakhir aku menjadi ‘pengasuh’ dari bocah aneh itu. Tapi entah kenapa
justru ada suatu hal yang mengganjal di sini. Dari luar dia terlihat angkuh,
sok kuat, egois, tapi ketika aku melihat matanya aku menangkap kesedihan dan
kekesalan di sana. Dia sering tertawa ketika bersamaku tapi tetap saja tawanya
itu terasa hampa, seperti sebuah topeng yang menutupi wajah aslinya.
===000===
“Hei!” seseorang
berteriak ke arahku. Sontak seluruh penghuni ruangan ini mengarahkan perhatian
mereka pada orang itu.
“Astaga bocah itu,”
aku menepuk dahiku, merutuki kesialanku.
Dengan santainya
bocah itu berjalan menghampiriku, meski aku tahu kalau kakinya belum sembuh
seratus persen, bahkan dua buah plate
masih tertanam di kakinya. Tapi aku rasa kesombongannya menjadi penguat
tersendiri baginya untuk berjalan. “Apa kabar nona Min-Yoon-Ri?” dia
berbasa-basi mengeja dengan mengeja namaku yang tertera di nametag yang ku pakai.
“Baik! apa maumu?”
ketusku. Jujur saja aku kini tengah menikmati saat-saat istirahatku di kantin
setelah tiga jam aku berkutat dengan Laparotomy
bersama Jung ssaem. Tapi apa,
sekarang dia datang mengacaukan mood-ku
yang semakin turun.
“Kau ini, dokter
macam apa? Bukankah kau menyuruhku untuk kembali lagi setelah satu minggu,”
celotehnya seraya merebut minuman kaleng milikku.
“YA!” aku mulai tersulut emosi. Dasar bocah
aneh!
“Jungkook-ah, ayo
kita-, ah nona dokter, kau ada disini rupanya,” ucap pria yang mengantar bocah
ini ke ruang gawat darurat waktu itu.
“Ah, ye, annyeonghaseyo.”
Aku memberikan salam sekedar menunjukkan rasa sopanku terhadap orang lain.
“Hyung aku rasa kita tidak perlu
mengantri di ruang tunggu, karena dokternya sudah ada disini. Dokter Min
Yoonri, bisakah kau memeriksa kondisiku sekarang juga?”
Ha? aku melongo tak
percaya, dia benar-benar menuruti ucapku untuk kembali lagi ke sini, dan
sekarang dia memintaku untuk memeriksa kembali kondisinya. Padahal menurut
cerita Jung ssaem dia tipikal anak
yang keras kepala dan susah diatur, bahkan ucapan Jung ssaem sering diabaikan olehnya.
“YA! Tidak di sini juga bodoh!” Pria yang
berdiri di belakang bocah itu menjitak kepalanya, “Maafkan dia nona, dia memang
suka seenaknya sendiri,” ucapnya lalu membungkuk ke arahku. Aku hanya
memberikan cengiranku sebagai balasan atas permintaan maafnya.
“Baiklah, ikut
aku!” aku mengajaknya menuju ruang pemeriksaan.
Dengan telaten aku
memeriksa
kondisi luka yang terdapat di tubuhnya. Luka tusuk di perutnya dan luka tembak
di kakinya, serta melatihnya untuk melemaskan otot-otot kakinya mengingat
peluru yang menembus kakinya berhasil menciptakan fracture pada Tibia dan Fibula-nya.
“Ah-“ dia memekik
tertahan ketika aku melepaskan benang jahitan dari bekas lukanya
DRRTTT...DDRRTTT...
Aku merasa
ponselnya bergetar. Ya, karena memang ponselnya tergeletak di atas bed tempat di mana dia sedang berbaring
sekarang.
“Taehyung Hyung tolong angkat teleponnya,” perintahnya
pada pria yang dia panggil Hyung itu.
“Nde, sebentar. Jungkook-ah ini,” pria
itu memberikan ponsel itu kembali ke pemiliknya.
“Cih,” umpatnya. Ku
lirik wajahnya sebentar. Raut serius tergambar jelas di sana. Matanya tersorot
tajam ke arah depan, hingga alisnya saling bertaut menandakan bahwa dia sedang
dalam konsentrasi penuh.
“Hyung, ayo!” bocah itu langsung saja
mengambil jaketnya dan hendak berlari kalau saja aku tidak berteriak.
“YA! Jangan berlari lukamu belum sembuh!”
“Maaf tapi ini
darurat,” ucapnya di ambang pintu. “Hyung,
ayo cepat!”
“Ah ya, maaf kami
harus segera pergi, terima kasih atas bantuannya nona Min Yoonri.” Pria yang
bernama Taehyung itu membungkuk lalu bergegas pergi menyusul bocah aneh itu.
Aku tak tinggal diam.
“Tunggu dulu!” Ku
ayunkan langkahku mengikuti mereka, tapi aku kalah cepat. Dari sini, dari atas
sini, aku melihat mereka segera merapikan pakaian mereka. Jaket hitam, kaos
hitam dan topi hitam. Mereka terlihat sangat mencurigakan dengan pakain mereka.
“Kau, siapa kau?”
gumamku. Ku genggam erat kalung yang terjatuh dari jaket Jungkook. Dogtag, kalung yang terpahatkan
identitas Jungkook itu jatuh saat dia tergesa-gesa mengambil jaketnya. Ku
simpan kalung itu, berharap dia akan menemuiku lagi. Dan di saat itu juga aku
ingin mengetahui lebih banyak tentangmu, Jeon Jungkook.
TBC

Tidak ada komentar:
Posting Komentar