Author : Yeonhwa
Cast : Park Jimin BTS, Shin Hye Eun (OC), Member BTS (Support Cast)
Lenght : Ficlet
Rating : G
Genre : romace, fluff
Disclaimare : Jimin dan member BTS lainnya milik Tuhan dan Oc serta
alur ,murni dari pemikiran author.
Sorry for typo adn i hate plagiarsm, so
don’t copy paste without my permission!!!!
Happy reading ^^
Aku mengenggam erat ponselku,
atau lebih tepatnya meremasnya kuat-kuat. Melampiaskan semua amarahku yang
harus ku pendam. Ya, aku Shin Hye Eun, kesal dengan pria yang berstatus sebagai
kekasihku, Park Jimin.
Harus ku akui menjadi kekasihnya
adalah beban tersendiri bagiku. Aku harus merelakan dia berbagi dengan para
wanita lain di luar sana, belum lagi jika ada acara-acara atau pemotretan yang
emngharuskan dia berinteraksi dengan wanita. Oh ayolah, aku ini wanita normal,
aku bisa saja merasakan cemburu.
“Hye Eun-ah, tolong rapikan lagi
penampilan mereka,” perintah manager.
Aku mengangguk berjalan
menghampiri ke tiga pria tampan yang sedang duduk menikmati breaktime acara off
air yang sedang mereka ikuti. Dengan cekatan aku mengeluarkan sisir, hairspray
dan ku poleskan sedikit bedak ke wajah mereka.
“Hye Eun-ah,” panggil priaku. Aku
menoleh dan disambut dengan isyarat darinya agar aku mendekat. Aku pun menurut.
“Ada apa?” tanyaku singkat.
“Rapikan lagi,” dia menunjuk ke
arah dahinya. Aku lihat kembali dan oh, pantas, keringatnya bercucuran.
“Kau gugup?” tanyaku sembali
mengelap keringatnya dan merapikan kembali penampilannya.
“Eum,” dia mengangguk. Matanya
yang terpejam kembali terbuka dan itu membuat manik mata kami bertemu secara
langsung. “Tapi aku rasa sekarang kaulah yang lebih gugup,” godanya. Sial!
disaat seperti ini dia masih sempat menggodaku, dasar Park Jimin sialan!.
“Baiklah syuting akan di
lanjutkan kembali!” teriak PD-nim acara tersebut.
Aku berdiri dari posisiku, namun
tangannya mencegatku. “Hei, aku harus kembali.”
Dia hanya tersenyum lalu,
menarikku agar sedikit mendekat padanya. “Aku mencintaimu.” Bisiknya tepat di
telingaku. BLUSH...pipiku bersemu merah seketika. Ku lirik di sekitarku, dan ku
rasa tidak ada seorang pun yang tahu apa yang terjadi padaku saat ini. Segera
ku tinggalkan dia denga perasaan yang tak karuan. Malu, sebal, dan senang,
bercampur menjadi satu.
Aku duduk dengan manis di
belakang panggung bersama dengan kru acara yang lain, menanti ke tiga pria
tampan itu selesai melakukan pekerjaannya. Ya, kali ini hanya ada tiga anggota
grup yang mengikuti acara ini. Kim Namjoon, Jung Hoseok, dan Park Jimin, hanya
mereka bertiga saja, sementara yang lainnya sibuk dnegan jadwal masing-masing.
Aku terus menatap layar
elektronik yang terpampang di depanku. Sambil sesekali kulirik panggung yang
sedang menampilkan kebolehan dari para bintang tamu yang di undang. Hingga tiba
saatnya priaku di beri tantangan unutk berakting. Sang pembawa acara
menyuruhnya untuk berakting emnjadi seorang siswa yang ingin mencintai gurunya
dan ingin menjadi kekasihnya. What the heol, apa-apaan ini.
“Shit! Kurang ajar! Brengsek!”
sumpah serapah terus terucap dalam batinku. Aku berusaha sekuat tenaga unutk
menahan rasa cemburu yang mulai merayapi diriku. Berkali-kali ku alihkan
pandanganku agar tak melihat adegan menyebalkan itu. Tapi apa? Rasa penasaran
justru membuatku semakin sesak.
“KYAAA!!!!” teriak penonton dan
hadirin yang lain ketika adegan yang paling menyebalkan tertangkap langsung
oleh indera penglihatanku. Ya, Jimin berjalan mendekati wanita itu, lalu
memegang tangannya dan yang terakhir adalah dia memeluknya. Oh God, dia memeluk
wanita itu, di depan kamera dan akan di tonton oleh jutaan orang di luar sana,
lalu bagaimana denganku?. Sakit, ada rasa nyeri di dalam sini. Aku mengalihkan
wajahku. Lalu memilih pergi menjauh dari sini.
.
.
.
“Kau sakit?” Jimin meletakkan
telepak tangannya ke dahiku melihatku hanya terduduk diam.
“Tidak.” Aku menyingkirkan
tangannya.
“Kalau kau sakit istirahat saja,
jangan dipaksakan,” Jimin menyuruhku untuk bersandar di bahunya bermaksud
membiarkanku sedikit beristirahat. Tapi tak ku hiraukan, aku justru melangkah
pergi. Menghirup udara di segar di luar sana mungkin lebih baik.
“Kau mau ke mana Hye Eun-ah?”
tanya Hoseok ketika berpapasan denganku.
“Hanya ingin keluar mencari udara
segar,” bohongku.
“Diluar dingin, pakailah ini,”
dia mengulurkan jaket yang dia pakai padaku.
“Tidak usah, ini sudah cukup
membuatku hangat,” aku menunjuk sweater yang ku gunakan.
“Hye Eun-ah,” panggil Hoseok
lagi.
“Ya, ada apa?”
“Apa kau tak apa-apa?”
“Maksudmu?”
“Jimin, kau melihatnya kan?”
“...” Aku masih memilih diam
menanggapi pertanyaan dari Hoseok.
“Kau tadi melihat semuanya kan?
jangan pura-pura Hye Eun-ah, aku tahu kau-“
“Hoseok oppa,” aku lemah seketika di hadapannya, setetes bulir bening mulai
berjatuhan. Segera ku usap agar tak membanjiri pipiku.
“Hye Eun-ah?” Hoseok mendekat ke
arahku dan berusaha untuk melihat kondisiku. Aku masih tertunduk, dan tetap
menunduk.
“Hoseok oppa, aku pemisi dulu,”
dengan wajah yang masih tertunduk aku berlalu dari hadapan Hoeseok.
Bilik di toilet menjadi
pelampiasanku. Ku biarkan tangisanku tumpah di sana, ku biarkan amarahku meluar
di sana, dan ku biarkan semua sesak menguap di sana.
“Ha~” aku mengeluarkan nafasku
kasar. Cukup lega, walaupun tak sepenuhnya, tapi ini jauh lebih baik. Ku basuh
wajahku dengan air, ku tatap pantulan diriku dari cermin besar yang terpasang
di sini. Ku pandangan setiap wajahku mataku, yang selalu tak bisa beralih dari
pria itu, bibirku yang pernah dia kecup, dan pipiku yang selalu merindukan
kehangatan melalui tangannya. Rasanya, aku merindukannya.
GREP...
“YA!” seseorang menarik tanganku
begitu aku keluar dari toilet.
“YA! PELAN-PELAN!” aku memukul
tangan yang mencengkram pergelangan tanganku ini. Siapa lagi kalau bukan Park
Jimin.
Langkah kami terhenti ketika
sampai di salah satu sisi kosong dari gedung ini.
“YA!” kesalku. Dia justru diam
tak menghiraukan teriakanku. Tanganku terulur meraih wajahku. Suraiku di
usapnya lembut hingga akhirnya dia merengkuhku dalam pelukannya yang sangat ku
rindukan.
“Maafkan aku,” ucapnya masih
dengan posisi memelukku. Meneggelamnya wajahnya di antara suraiku dan ku
rasakan deru nafasnya menyapu leherku. “Maaf.” Kata maaf terus terucap dari
mulutnya. Aku tahu dia cukup tersiksa karena ini. Aku mengerti ini adalah wujud
profesionalitasnya dalam pekerjaannya.
“Jimin-ah,” tanpa sadar
pertahananku luntur. Cairan bening kembali menetes membasahi pipiku. Ku
cengkram baju yang dia gunakan, melampiaskan rasa kesalku.
Tangannya tergerak menjauhkan
tubuhku darinya, memberikannya jarak agar dia bisa melihatku. Manik mata kami
saling bertemu, beradu satu sama lain, mencari letak ketulusan dari diri
masing-masing.
“Maaf, karena membuatmu
menangis,” Tangannya tergerak menangkup kedua pipiku. Menghapus jejak aliran
sungai dengan ibu jarinya, lalu matanya menelurusri setiap lekuk wajahku.
Perlahan tapi pasti, dia berusaha menghapus jarak diantara kami. Aku yang masih
terkunci oelh matanya hanya bisa terdiam, hingga sentuhan benda lembut dan
manis itu mengagetkanku.
“Hmmp,” aku berusaha meronta
ketika dia melumat lembut bibirku.
Hanya sebentar, kemudian dia
melepaskan paguan kami. Nafas kami saling beradu, dagu kami masih saling
bertaut, hingga aku bisa merasakan deru nafasnya.
“Maafkan aku,” lagi, dia
mengucapkannya lagi, seolah dia telah berbuat dosa besar padaku.
Aku mendongak, memberanikan
diriku untuk menatapnya. Tangannya kembali mengelus pipiku, kemudian menyusuri
suraiku. Dengan lembut dia salurkan seluruh perasaannya padaku.
“Kau tak salah Jimin-ah,” ucapku.
“Tidak. Aku salah, aku telah
membuatmu menangis, aku telah membuatmu sakit.”
“Aku tidak apa-apa,”
“Bohong. Aku tahu kau, aku tahu
kau berusaha untuk kuat, padahal kau sama sekali tak sanggup menghadapinya.”
“Tidak Jim, sungguh, aku-“ CUP,
lagi dia mengecup bibirku.
“Aku mohon bersabarlah hm, tapi
jika kau merasa tak kuat katakanlah padaku, aku akan berusaha unutk tidak
membuatmu sakit lagi. Aku mohon jangan sok kuat, jangan memaksakan dirimu hm,”
“Jimin-ah,” aku hanya mampu
memangil namanya. Ku tatap matanya sekali lagi, dan aku yang ketemukan hanya
sebuah ketulusan di sana. “Jim, aku sudah memaafkanmu, tapi belum tentu dengan
fansmu, jadi-“ GREP...dia memelukku lagi.
“Baiklah, aku mengerti, aku akan
meminta maaf pada mereka.” ucapnya sambil menyisir rambutku dengan
jari-jarinya. “Hye Eun-ah, aku mencintaimu,”
Aku membalas pelukannya, pelukan
hangat yang ku rindukan. Dia priaku, Park Jimin, pria yang selalutulus, pria
yang paling tidak bisa melihat orang yang di cintainya merasa kecewa karenanya.
Aku mencintaimu Jimini-ah.
END

Tidak ada komentar:
Posting Komentar