Jumat, 29 April 2016

FF BTS ll JEALOUSLY

Author : Yeonhwa
Cast : Park Jimin BTS, Shin Hye Eun (OC), Member BTS (Support Cast)
Lenght : Ficlet
Rating : G
Genre : romace, fluff
Disclaimare : Jimin dan member BTS lainnya milik Tuhan dan Oc serta alur ,murni dari pemikiran author.
Sorry for typo adn i hate plagiarsm, so  don’t copy paste without my permission!!!!
Happy reading  ^^


Aku mengenggam erat ponselku, atau lebih tepatnya meremasnya kuat-kuat. Melampiaskan semua amarahku yang harus ku pendam. Ya, aku Shin Hye Eun, kesal dengan pria yang berstatus sebagai kekasihku, Park Jimin.

Harus ku akui menjadi kekasihnya adalah beban tersendiri bagiku. Aku harus merelakan dia berbagi dengan para wanita lain di luar sana, belum lagi jika ada acara-acara atau pemotretan yang emngharuskan dia berinteraksi dengan wanita. Oh ayolah, aku ini wanita normal, aku bisa saja merasakan cemburu.

“Hye Eun-ah, tolong rapikan lagi penampilan mereka,” perintah manager.

Aku mengangguk berjalan menghampiri ke tiga pria tampan yang sedang duduk menikmati breaktime acara off air yang sedang mereka ikuti. Dengan cekatan aku mengeluarkan sisir, hairspray dan ku poleskan sedikit bedak ke wajah mereka.

“Hye Eun-ah,” panggil priaku. Aku menoleh dan disambut dengan isyarat darinya agar aku mendekat. Aku pun menurut.

“Ada apa?” tanyaku singkat.

“Rapikan lagi,” dia menunjuk ke arah dahinya. Aku lihat kembali dan oh, pantas, keringatnya bercucuran.

“Kau gugup?” tanyaku sembali mengelap keringatnya dan merapikan kembali penampilannya.

“Eum,” dia mengangguk. Matanya yang terpejam kembali terbuka dan itu membuat manik mata kami bertemu secara langsung. “Tapi aku rasa sekarang kaulah yang lebih gugup,” godanya. Sial! disaat seperti ini dia masih sempat menggodaku, dasar Park Jimin sialan!.

“Baiklah syuting akan di lanjutkan kembali!” teriak PD-nim acara tersebut.

Aku berdiri dari posisiku, namun tangannya mencegatku. “Hei, aku harus kembali.”

Dia hanya tersenyum lalu, menarikku agar sedikit mendekat padanya. “Aku mencintaimu.” Bisiknya tepat di telingaku. BLUSH...pipiku bersemu merah seketika. Ku lirik di sekitarku, dan ku rasa tidak ada seorang pun yang tahu apa yang terjadi padaku saat ini. Segera ku tinggalkan dia denga perasaan yang tak karuan. Malu, sebal, dan senang, bercampur menjadi satu.

Aku duduk dengan manis di belakang panggung bersama dengan kru acara yang lain, menanti ke tiga pria tampan itu selesai melakukan pekerjaannya. Ya, kali ini hanya ada tiga anggota grup yang mengikuti acara ini. Kim Namjoon, Jung Hoseok, dan Park Jimin, hanya mereka bertiga saja, sementara yang lainnya sibuk dnegan jadwal masing-masing.

Aku terus menatap layar elektronik yang terpampang di depanku. Sambil sesekali kulirik panggung yang sedang menampilkan kebolehan dari para bintang tamu yang di undang. Hingga tiba saatnya priaku di beri tantangan unutk berakting. Sang pembawa acara menyuruhnya untuk berakting emnjadi seorang siswa yang ingin mencintai gurunya dan ingin menjadi kekasihnya. What the heol, apa-apaan ini.

“Shit! Kurang ajar! Brengsek!” sumpah serapah terus terucap dalam batinku. Aku berusaha sekuat tenaga unutk menahan rasa cemburu yang mulai merayapi diriku. Berkali-kali ku alihkan pandanganku agar tak melihat adegan menyebalkan itu. Tapi apa? Rasa penasaran justru membuatku semakin sesak.

“KYAAA!!!!” teriak penonton dan hadirin yang lain ketika adegan yang paling menyebalkan tertangkap langsung oleh indera penglihatanku. Ya, Jimin berjalan mendekati wanita itu, lalu memegang tangannya dan yang terakhir adalah dia memeluknya. Oh God, dia memeluk wanita itu, di depan kamera dan akan di tonton oleh jutaan orang di luar sana, lalu bagaimana denganku?. Sakit, ada rasa nyeri di dalam sini. Aku mengalihkan wajahku. Lalu memilih pergi menjauh dari sini.
.

.

.

“Kau sakit?” Jimin meletakkan telepak tangannya ke dahiku melihatku hanya terduduk diam.

“Tidak.” Aku menyingkirkan tangannya.

“Kalau kau sakit istirahat saja, jangan dipaksakan,” Jimin menyuruhku untuk bersandar di bahunya bermaksud membiarkanku sedikit beristirahat. Tapi tak ku hiraukan, aku justru melangkah pergi. Menghirup udara di segar di luar sana mungkin lebih baik.

“Kau mau ke mana Hye Eun-ah?” tanya Hoseok ketika berpapasan denganku.

“Hanya ingin keluar mencari udara segar,” bohongku.

“Diluar dingin, pakailah ini,” dia mengulurkan jaket yang dia pakai padaku.

“Tidak usah, ini sudah cukup membuatku hangat,” aku menunjuk sweater yang ku gunakan.

“Hye Eun-ah,” panggil Hoseok lagi.

“Ya, ada apa?”

“Apa kau tak apa-apa?”

“Maksudmu?”

“Jimin, kau melihatnya kan?”

“...” Aku masih memilih diam menanggapi pertanyaan dari Hoseok.

“Kau tadi melihat semuanya kan? jangan pura-pura Hye Eun-ah, aku tahu kau-“

“Hoseok oppa,” aku lemah seketika di hadapannya, setetes bulir bening mulai berjatuhan. Segera ku usap agar tak membanjiri pipiku.

“Hye Eun-ah?” Hoseok mendekat ke arahku dan berusaha untuk melihat kondisiku. Aku masih tertunduk, dan tetap menunduk.

“Hoseok oppa, aku pemisi dulu,” dengan wajah yang masih tertunduk aku berlalu dari hadapan Hoeseok.

Bilik di toilet menjadi pelampiasanku. Ku biarkan tangisanku tumpah di sana, ku biarkan amarahku meluar di sana, dan ku biarkan semua sesak menguap di sana.

“Ha~” aku mengeluarkan nafasku kasar. Cukup lega, walaupun tak sepenuhnya, tapi ini jauh lebih baik. Ku basuh wajahku dengan air, ku tatap pantulan diriku dari cermin besar yang terpasang di sini. Ku pandangan setiap wajahku mataku, yang selalu tak bisa beralih dari pria itu, bibirku yang pernah dia kecup, dan pipiku yang selalu merindukan kehangatan melalui tangannya. Rasanya, aku merindukannya.

GREP...

“YA!” seseorang menarik tanganku begitu aku keluar dari toilet.

“YA! PELAN-PELAN!” aku memukul tangan yang mencengkram pergelangan tanganku ini. Siapa lagi kalau bukan Park Jimin.

Langkah kami terhenti ketika sampai di salah satu sisi kosong dari gedung ini.

“YA!” kesalku. Dia justru diam tak menghiraukan teriakanku. Tanganku terulur meraih wajahku. Suraiku di usapnya lembut hingga akhirnya dia merengkuhku dalam pelukannya yang sangat ku rindukan.

“Maafkan aku,” ucapnya masih dengan posisi memelukku. Meneggelamnya wajahnya di antara suraiku dan ku rasakan deru nafasnya menyapu leherku. “Maaf.” Kata maaf terus terucap dari mulutnya. Aku tahu dia cukup tersiksa karena ini. Aku mengerti ini adalah wujud profesionalitasnya dalam pekerjaannya.

“Jimin-ah,” tanpa sadar pertahananku luntur. Cairan bening kembali menetes membasahi pipiku. Ku cengkram baju yang dia gunakan, melampiaskan rasa kesalku.

Tangannya tergerak menjauhkan tubuhku darinya, memberikannya jarak agar dia bisa melihatku. Manik mata kami saling bertemu, beradu satu sama lain, mencari letak ketulusan dari diri masing-masing.

“Maaf, karena membuatmu menangis,” Tangannya tergerak menangkup kedua pipiku. Menghapus jejak aliran sungai dengan ibu jarinya, lalu matanya menelurusri setiap lekuk wajahku. Perlahan tapi pasti, dia berusaha menghapus jarak diantara kami. Aku yang masih terkunci oelh matanya hanya bisa terdiam, hingga sentuhan benda lembut dan manis itu mengagetkanku.

“Hmmp,” aku berusaha meronta ketika dia melumat lembut bibirku.

Hanya sebentar, kemudian dia melepaskan paguan kami. Nafas kami saling beradu, dagu kami masih saling bertaut, hingga aku bisa merasakan deru nafasnya.

“Maafkan aku,” lagi, dia mengucapkannya lagi, seolah dia telah berbuat dosa besar padaku.
Aku mendongak, memberanikan diriku untuk menatapnya. Tangannya kembali mengelus pipiku, kemudian menyusuri suraiku. Dengan lembut dia salurkan seluruh perasaannya padaku.

“Kau tak salah Jimin-ah,” ucapku.

“Tidak. Aku salah, aku telah membuatmu menangis, aku telah membuatmu sakit.”

“Aku tidak apa-apa,”

“Bohong. Aku tahu kau, aku tahu kau berusaha untuk kuat, padahal kau sama sekali tak sanggup menghadapinya.”

“Tidak Jim, sungguh, aku-“ CUP, lagi dia mengecup bibirku.

“Aku mohon bersabarlah hm, tapi jika kau merasa tak kuat katakanlah padaku, aku akan berusaha unutk tidak membuatmu sakit lagi. Aku mohon jangan sok kuat, jangan memaksakan dirimu hm,”

“Jimin-ah,” aku hanya mampu memangil namanya. Ku tatap matanya sekali lagi, dan aku yang ketemukan hanya sebuah ketulusan di sana. “Jim, aku sudah memaafkanmu, tapi belum tentu dengan fansmu, jadi-“ GREP...dia memelukku lagi.

“Baiklah, aku mengerti, aku akan meminta maaf pada mereka.” ucapnya sambil menyisir rambutku dengan jari-jarinya. “Hye Eun-ah, aku mencintaimu,”


Aku membalas pelukannya, pelukan hangat yang ku rindukan. Dia priaku, Park Jimin, pria yang selalutulus, pria yang paling tidak bisa melihat orang yang di cintainya merasa kecewa karenanya. Aku mencintaimu Jimini-ah.
END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar