Jumat, 18 Maret 2016

FF BTS ll PLEASE GO AWAY !


Author : Yeonhwa
Cast : Min Yoongi (Suga BTS), Jung Hana (OC)
Genre : Marriage life, Fluff (little)
Rated : G
Lenght : Ficlet (tapi agak panjangan ^^)
Disclaimare : Suga and other BTS member belongs to God, but storyline and OC belongs to me.
Sorry for typo(s) & I hate plagiarism so don’t copy paste!
Happy reading ^^



“Hyunsik appa ayo cepat!” aku berteriak dari luar.

“APPA!” Hyunsik pun ikut-ikutan  berteriak.

“Iya iya, tsk, tidak sabaran sekali.” gerutu Yoongi seraya memasuki mobil.

Hari ini aku sengaja meminta Yoongi untuk mengantarku ke restoran dimana aku dan Junmi akan bertemu. Ya, Cho Junmi teman dekatku semasa kuliah. Rasanya sudah lama sekali semenjak kelahiran putrinya, baru sekarang aku dan dia bisa kembali berjumpa dengannya.

“Kenapa kau di situ?” tanya Yoongi setelah melihatku duduk di kursi belakang.

“Aku ingin duduk disini apa salah?”  jawabku cuek.

“Terserah kau saja, Hyunsik-ah duduk yang manis ya,” ucapnya lagi.

Entah kenapa akhir-akhir ini aku sangat tidak menyukai berada di dekat Yoongi, apa lagi harus menempel padanya. Padahal biasanya aku selalu dekat-dekat dengannya. Aneh.

Mobil melaju, dan kami hanya butuh waktu tiga puluh menit untuk sampai ke restoran yang kami sepakati sebagai tempat untuk bertemu. KLING...! Suara lonceng dari pintu masuk berbunyi, dan seorang pramu saji dengan sigap menyambut kedatanganku.

“Selamat datang!” ucapnya ramah. Aku dan Yoongi membalasnya dengan senyuman.

“Apakah tuan dan nyonya sudah memesan kursi?” tanyanya lagi.

“Bel-“ jawab Yoongi namun dengan segera ku potong ucapannya.

“Aku sudah janjian dengan seseorang.” Ucapku, dan pramusaji itupun mengangguk lalu mempersilahkan kami untuk masuk.

Mataku menelisik setiap sudut restoran, namun aku belum menemukan Junmi. Ku putuskan untuk duduk di salah satu kursi kosong di samping jendela, dan beruntungnya tempat ini menyediakan arena bermain bagi anak-anak. Sungguh aku memuji pilihan Junmi, ini benar-benar pas, mengingat aku dan dia sekarang sudah tak lagi single dan tentu saja akan sedikit kerepotan jika anak-anak merasa bosan dan rewel.

“Hei, kau tak memesan apapun?” Yoongi menjatuhkan dirinya di sampingku.

“Ish, geser sedikit dong, sempit tau!” protesku.

“Iya iya,” dia menggeserkan sedikit tubuhnya.

“Geser lagi!” aku mendorong tubuhnya, dan akirnya dia mengalah memilih pergi menghampiri Hyunsik yang sedang asik bermain dengan lego di arena permainan anak.

Selang sepuluh menit, mataku berbinar. Junmi akhirnya datang juga.

“JUNMI-AH!” aku melambai ke arahnya,

“Hana-ya!” panggilnya. Aku menyambutnya dengan pelukan. Sudah lama sekali rasanya berkumpul dengannya.

“Mana anakmu?” Tanya Junmi.

“Itu,” aku menunjuk ke arah Hyunsik dan Yoongi yang sedang asik bermain.

“Hyunsik-ah! Kemari sebentar, ada Junmi imo,”

“Annyeonghasimnika imo~” salamnya khas anak-anak.

“Oh, annyeong Hyunsik-ah, wah~ kau sudah besar ya, dan ah, kau semakin tampan saja seperti ayahmu” mendengar pujian dari imo-nya Hyunsik langsung memberikan cengiran khasnya, melihatkan gigi jagungnya yang belum tumbuh semua.

“Eeeiiii, dia mewarisi gen unggul dariku tau!” selorohku, dan seakan tak terima ku lihat Yoongi yang juga lantas memasang muka cemberutnya.

“Tsk! Dasar wanita. Eh Junmi-ssi apa kabar? Anakmu?” tanya Yonggi seraya menunjuk ke arah dua bocah yang satu dalam gendongan Junmi dan yang satunya lagi berada di gandengan tangannya.

“Iya, anakku sudah dua, kalian kapan menyusul?” ledeknya.

“Ehem, ayo kita duduk,” aku mengajak Junmi untuk segera menikmati hari ini.

“Hana-ya, aku tinggal tak apa? Ada panggilan dari kantor.”

“Iya, tak apa. Ada Junmi di sini,”

“Kau pergilah, tak usah khawatir ada aku.”

“Baiklah, kalau mau pulang telepon saja aku atau tidak panggil saja taksi, nikmatilah hari kalian,”

“Ya sudah sana pergi saja, hus-hus-hus...!” aku mendorong tubuh Yoongi sebelum bibirnya mendarat ke dahiku.

“CK, dasar. Junmi-ssi, apa tadi itu salah?” protes suamiku.

“Hihihi, tentu saja tidak. Kau ini kenapa sih dia kan suamimu,”

“Aku tidak mau dekat-dekat denganya Junmi-ah, sudah sana kau pergi saja, hus-hus-hus!” kali ini aku benar-benar mengusir Yoongi, dan itu membuat Junmi terkekeh geli.

Moodku pun perlahan kembali seiring perginya Yoongi dari tempat ini. Segelas orange jus sudah berada di hadapanku, dan kini tinggal menunggu pesanan makanan. Cukup banyak makanan yang kami pesan, terutama makanan ringan, karena kami membawa anak-anak jadi cemilan adalah pilihan yang tepat. Obrolan ala wanita pun di mulai. Mulai dari masalah masa lalu sampai rumah tangga bahkan urusan ranjang, hahahaha beginilah obrolan para ibu-ibu rumah tangga.

“Lalu bagaimana kabar suamimu?” tanyaku pada Junmi

“Seperti yang kau lihat, dia sangat sibuk dengan perusahaannya, tapi untungnnya dia masih ingat denganku dan anak-anak di rumah. Ya, apa Yoongi masih suka berkencan dengan studionya?”

“Ha~ ya seperti itulah, kadang dia ingat kadang dia lupa, menyebalkan.”

“Hei~ biarpun seperti itu kau juga mencintainya kan, hm hm hm~” ledek Junmi.

“Ya!” kesalku.

“Permisi, pesanan anda nyonya,” seorang pramusaji meletakkan pesanan makanan kami. Sepiring spagheti untukku dan semangkuk cream sup untuk Junmi. “Selamat menikmati,” ucap pramusaji itu sebelum pergi.

“Terimakasih,” balasku dan Junmi bersamaan.

“Woaahhh~~~ kelihatannya enak,” aku bersemangat sekali untuk memakannya. Satu suap, aman, dua suap masih aman, namun suapan yang ketiga, kurasa perutku sudah mulai tak beres. “HOEK!” sial kenapa mual datang di saat yang tidak tepat sih.

“Kau kenapa?” Junmi menghampiriku.

“Bau bawangnya begitu menyengat Junmi-ah, aku tak suka.” Ucapku sambil menjauhkan makananku.

Tangan Junmi terulur lalu menyendokkan makananku ke mulutnya, “tidak ada yang aneh, ini masih wajar, cobalah, aaa~”

“HOEK! Jauhkan itu Junmi-ah, itu benar-benar HOEK! Membuatku mual!” aku lalu berlalri ke toilet, mualku benar-benar tak bisa ku tahan lagi.

“Taya, tolong jaga adik-adik ya, eomma mau ke toilet dulu, Hana imo sakit, jangan nakal ya,” aku mendengar jelas ucapan Junmi ke anakknya sebelum dia menyusulku.

Ini sudah hampir lima menit dan mualku belum hilang juga. Dan ini adalah hari ke dua dimana perutku benar-benar tidak bersahabat.

“Kau masih mual?” tanya Junmi sambil memijit-mijit tengkukku.

“Sedikit, Junmi-ah, sekarang tanggal berapa?”

“Tanggal sembiln belas kenapa?” jawabnya,

“Tidak apa-apa, hanya saja, tunggu dulu, OMO!” aku dan Junmi saling bertukar pandang. Mungkin pikiranku dan dia sama.

Tak mau menunda lagi kami segera menyelesaikan acara makan siang kami lalu segera pergi ke klinik terdekat. Bau khas dari cairan desinfektan langsung menyambut kedatanganku begitu aku memasuki tempat ini. Mengambil nomor antrian lalu duduk di kursi pengunjung sembari menunggu giliran untuk di periksa.

“Maaf merepotkanmu Junmi-ah,” aku merasa tak enak hati pada Junmi karena dia harus menemaniku ke sini.

“Ish, kau ini tak usah berlebihan, biasa saja.” Jawabnya alu kembali bermain dengan anak-anak, bahkan Hyunsik aku titipkan padanya.

“Nyonya Jung Hana,” seorang perawat memanggil namaku,

“IYA! Junmi-ah titip Hyunsik ya,” pintaku.  Junmi mengangguk dan akupun memasukki ruang pemeriksaan.

“Selamat siang Nyonya Jung Hana?” sapa sang dokter membuka sesi konsultasiku hari ini.

“Siang dok,”

“Ada keluhan apa?”

“Eum~ begini dok...” sesi konsultasi di mulai, aku menceritakan semua keluhanku mulai dari A sampai Z termasuk keluhan mual yang ku rasakan.

“Sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut, saya ingin melakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu.” Dokter menyerahkan selembar kertas yang harus ku serahkan pada petugas laboratorium.

Tidak butuh waktu lama aku menunggu hasil pemeriksaan. Cukup lima belas menit saja, aku sudah bisa kembali ke ruang pemeriksaan dengan hasil pemeriksaan laboratorium di tangan.

“Selamat nyonya, sepertinya jagoan anda akan mempunyai adik.”

“Eh? Benarkah?” aku masih belum percaya.

“Mari kita intip si kecil.” Dokter itu mengarahkanku ke bed pemeriksaan dan tangannya sudah siap dengan alat USG.

Aku tersenyum lebar ketika mataku menangkap gambar calon bayiku di layar monitor. Masih kecil, masih berupa kantong kata dokter, namun aku sudah merasa begitu senang.

“Semoga ibu dan janinnya selalu sehat,” Ucap dokter, lantas aku pun keluar dari ruang pemeriksaan dengan wajah sumringah.

“Bagaimana?” Tanya Junmi.

“Berhasil!” Aku bersorak girang begitupun Junmi.

“Imo sehat-sehat saja kan?” tanya gadis Junmi, Taya.

“Sebentar lagi Taya punya adik lagi karena adik Hyunsik akan menjadi kakak sayang~” jelasku dan dia pun ikut senang mendengarnya.

“Aku rasa aku akan pulang terlebih dahulu, kau tidak apa-apa kan kau menunggu Yoongi sendiri?”

“Eum, tidak apa-apa, kau pulanglah dulu, kasihan Jeongsan dan Taya, mereka sepertinya lelah.”

“Baiklah, kami pulang dulu ya, Bye~” Junmi melambai seiring melajunya taksi yang dia tumpangi.
Aku memangku Hyunsik, dia masih asik dengan mainan karetnya.

“Eomma sakit?” tanyanya polos.

“Tidak sayang, eomma sehat, hanya saja perut eomma sedikit mual.”

“Tapi tadi eomma bertemu dengan dokter, eomma bohong, eomma pasti sakit.” Keukeuhnya.

“Sedikit sayang, karena adik bayi di perut eomma sedang rewel.” Aku mengarahkan tangan Hyunsik ke perutku.

“Ada adik bayi disini?” tanyanya lagi.

“Eum~, sebentar lagi Hyunsik menjadi kakak, Hyunsik senang kan?”

“YEEYYYY~~~Hyunsik jadi kakak, Hyunsik punya teman di rumah, eomma, eomma, nanti adik bayinya boleh Hyunsik ajak main robot-robotan?”

“Boleh sayang~” aku mengacak gemas rambutnya. Ah, sungguh aku tak menyangka kalau bocah ini akan menjadi kakak.

“Ehem, kalian asik sekali, sedang membicarakan appa ya?” Yoongi datang dan duduk di sampingku. Refleks akupun menjauh darinya. Aku masih merasa enggan untuk berada dekat-dekat dengannya.

“Ayo pulang!” aku berjalan ketus memasukki mobil.

Masih dengan posisi yang sama ketika berangkat, aku duduk di belakang dan hyunsik menemani appa-nya di depan. Sesampainya di rumah pun aku memilih untuk segera melakukan kegiatan lain agar tidak dekat-dekat dengan Yoongi.

“Aku lelah, kau temani Hyunsik tidur ya,” suruhku pada Yoongi. 

Aku merebahkan diri, pandanganku menatap lurus ke langit-langit, tanganku tak henti-hentinya mengelus perutku yang masih rata. Rasa bahagia masih terselip di sana, dan sengaja aku belum memberitahukan kebahagiaanku ini pada Yoongi.

“YA!” BUK! Aku memukul Yoongi yang seenak jidatnya tidur di sampingku dan memelukku.

“YA! SIAPA YANG MENYURUHMU TIDUR DISINI?!”

“Hei! Inikan kamarku juga!”

“Tapi aku tak ingin berada di dekatmu! Pergi! Tidur saja di kamar Hyunsik!” aku menendang pantatnya dan sukses membuatnya terguling. Dengan wajah yang jelas-jelas terlihat jengkel itu, suamiku berjalan menuju kamar jagoan kami.

“Yonngi-ah! Bangun! Sstt Yoongi-ah!” aku mengguncang-guncangkan tubuhnya.

“Hmm~” jawabnya dengan mata terpejam.

“YA! MIN YONNGI BANGUN!” kali ini suaraku sedikit mengeras.

“IYA IYA ADA AP-“ aku membungkam mulutnya.

“Ssst, nanti Hyunsik bangun.”

“Ada apa?”

“Aku lapar, bisakah kau membuatkanku ramyun?”

“Buat saja sendiri aku ngantuk!”

“YA! Buatkan aku ramen atau kau tidur di luar!” ancamku.

“Baiklah baiklah nyonya Min~”

Dengan segala keterpaksaannya Yoongi membuatkanku semangkuk ramyun pedas. Akupun menyantapnya dengan lahap. Dan anehnya rasa mualku hilang.

“Mau ini?” Yoongi menyodorkan kimchi yang masih tersimpan di kulkas.

“Eoh,” aku menyuapkan Kimchi ke mulutku namun hasilnya, HOEK! Sialan, kimchi itu justru membuatku muntah.

“Kau kenapa?” Yoongi khawatir, dia terus memijit tengkukku, sementara aku terus memuntahkan apa yang ada di perutku.

“Ambilkan aku obat mual di nakas samping tempat tidur.” Perintahnya. Yoongi menurut, dengan cekatan dia segera mengambilkanku obat yang ku maksud.

“Ini minumlah,” dia menyodorkanku obat tablet berwarna putih dan segelas air.

“Kau sakit?” tanyanya, aku menggeleng.

“Lalu ini apa? Dari amana kau dapatkan obat-obatan itu?”

“Tadi siang aku ke dokter,” jawabku masih dengan nafas terengah-engah karena tenagaku yang terkuras.

“Lalu ini?” Yoongi menunjukkan amplop putih yang merupakan hasil pemeriksaan laboratoriumku.

“Baca saja sendiri,” suruhku. Matanya menatap kertas itu dengan seksama, sambil sesekali melirik ke arahku.

“Kenapa?”

“Kau benar-benar hamil?” tanyanya masih belum percaya.

“Menurutmu?”

“Tapi~” dia menelisik setiap bagian tubuhku.

“Kau tak percaya, lihat saja itu.” aku menunjuk ke arah lembaran hasil USG yang ku tempel di pintu kulkas.

“Benarkah ini, oh, kau, YA!” aku rasa Yoongi ingin mengungkapkan rasa senangnya namun tak ada kata-kata yang tepat yang bisa dia keluarkan.

“Kenapa? Merasa hebat?”

“Tentu saja! Hahahaaa~” dia tertawa renyah.

“Terserah kau saja, yang jelas jangan dekat-denkat denganku, aku membenci itu!” BLAM! Aku membanting pintu kamar.

END

Aloha~ hayoo yang kemarin minta di panjangin dikit, nih sudah ku kasih yang agak panjangan. Tapi maaf ya kalau justru jadi aneh dan gak karuan karena bikinnya juga mendadak.

Be a good reader please, thanks a lot dear ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar