Author : Yeonhwa
Cast : Min Yoongi
(Suga BTS), Jung Hana (OC)
Genre : Marriage
life, Fluff (little)
Rated : G
Lenght : Ficlet (tapi
agak panjangan ^^)
Disclaimare : Suga
and other BTS member belongs to God, but storyline and OC belongs to me.
Sorry for typo(s)
& I hate plagiarism so don’t copy paste!
Happy reading ^^
“Hyunsik appa ayo cepat!” aku
berteriak dari luar.
“APPA!” Hyunsik pun ikut-ikutan berteriak.
“Iya iya, tsk, tidak sabaran
sekali.” gerutu Yoongi seraya memasuki mobil.
Hari ini aku sengaja meminta
Yoongi untuk mengantarku ke restoran dimana aku dan Junmi akan bertemu. Ya, Cho
Junmi teman dekatku semasa kuliah. Rasanya sudah lama sekali semenjak kelahiran
putrinya, baru sekarang aku dan dia bisa kembali berjumpa dengannya.
“Kenapa kau di situ?” tanya
Yoongi setelah melihatku duduk di kursi belakang.
“Aku ingin duduk disini apa
salah?” jawabku cuek.
“Terserah kau saja, Hyunsik-ah
duduk yang manis ya,” ucapnya lagi.
Entah kenapa akhir-akhir ini aku
sangat tidak menyukai berada di dekat Yoongi, apa lagi harus menempel padanya.
Padahal biasanya aku selalu dekat-dekat dengannya. Aneh.
Mobil melaju, dan kami hanya
butuh waktu tiga puluh menit untuk sampai ke restoran yang kami sepakati
sebagai tempat untuk bertemu. KLING...! Suara lonceng dari pintu masuk
berbunyi, dan seorang pramu saji dengan sigap menyambut kedatanganku.
“Selamat datang!” ucapnya ramah.
Aku dan Yoongi membalasnya dengan senyuman.
“Apakah tuan dan nyonya sudah
memesan kursi?” tanyanya lagi.
“Bel-“ jawab Yoongi namun dengan
segera ku potong ucapannya.
“Aku sudah janjian dengan
seseorang.” Ucapku, dan pramusaji itupun mengangguk lalu mempersilahkan kami
untuk masuk.
Mataku menelisik setiap sudut
restoran, namun aku belum menemukan Junmi. Ku putuskan untuk duduk di salah
satu kursi kosong di samping jendela, dan beruntungnya tempat ini menyediakan
arena bermain bagi anak-anak. Sungguh aku memuji pilihan Junmi, ini benar-benar
pas, mengingat aku dan dia sekarang sudah tak lagi single dan tentu saja akan
sedikit kerepotan jika anak-anak merasa bosan dan rewel.
“Hei, kau tak memesan apapun?”
Yoongi menjatuhkan dirinya di sampingku.
“Ish, geser sedikit dong, sempit
tau!” protesku.
“Iya iya,” dia menggeserkan
sedikit tubuhnya.
“Geser lagi!” aku mendorong
tubuhnya, dan akirnya dia mengalah memilih pergi menghampiri Hyunsik yang
sedang asik bermain dengan lego di arena permainan anak.
Selang sepuluh menit, mataku
berbinar. Junmi akhirnya datang juga.
“JUNMI-AH!” aku melambai ke
arahnya,
“Hana-ya!” panggilnya. Aku
menyambutnya dengan pelukan. Sudah lama sekali rasanya berkumpul dengannya.
“Mana anakmu?” Tanya Junmi.
“Itu,” aku menunjuk ke arah
Hyunsik dan Yoongi yang sedang asik bermain.
“Hyunsik-ah! Kemari sebentar, ada
Junmi imo,”
“Annyeonghasimnika imo~” salamnya
khas anak-anak.
“Oh, annyeong Hyunsik-ah, wah~
kau sudah besar ya, dan ah, kau semakin tampan saja seperti ayahmu” mendengar
pujian dari imo-nya Hyunsik langsung memberikan cengiran khasnya, melihatkan
gigi jagungnya yang belum tumbuh semua.
“Eeeiiii, dia mewarisi gen unggul
dariku tau!” selorohku, dan seakan tak terima ku lihat Yoongi yang juga lantas
memasang muka cemberutnya.
“Tsk! Dasar wanita. Eh Junmi-ssi
apa kabar? Anakmu?” tanya Yonggi seraya menunjuk ke arah dua bocah yang satu
dalam gendongan Junmi dan yang satunya lagi berada di gandengan tangannya.
“Iya, anakku sudah dua, kalian
kapan menyusul?” ledeknya.
“Ehem, ayo kita duduk,” aku
mengajak Junmi untuk segera menikmati hari ini.
“Hana-ya, aku tinggal tak apa?
Ada panggilan dari kantor.”
“Iya, tak apa. Ada Junmi di
sini,”
“Kau pergilah, tak usah khawatir
ada aku.”
“Baiklah, kalau mau pulang
telepon saja aku atau tidak panggil saja taksi, nikmatilah hari kalian,”
“Ya sudah sana pergi saja,
hus-hus-hus...!” aku mendorong tubuh Yoongi sebelum bibirnya mendarat ke
dahiku.
“CK, dasar. Junmi-ssi, apa tadi
itu salah?” protes suamiku.
“Hihihi, tentu saja tidak. Kau
ini kenapa sih dia kan suamimu,”
“Aku tidak mau dekat-dekat
denganya Junmi-ah, sudah sana kau pergi saja, hus-hus-hus!” kali ini aku
benar-benar mengusir Yoongi, dan itu membuat Junmi terkekeh geli.
Moodku pun perlahan kembali
seiring perginya Yoongi dari tempat ini. Segelas orange jus sudah berada di
hadapanku, dan kini tinggal menunggu pesanan makanan. Cukup banyak makanan yang
kami pesan, terutama makanan ringan, karena kami membawa anak-anak jadi cemilan
adalah pilihan yang tepat. Obrolan ala wanita pun di mulai. Mulai dari masalah
masa lalu sampai rumah tangga bahkan urusan ranjang, hahahaha beginilah obrolan
para ibu-ibu rumah tangga.
“Lalu bagaimana kabar suamimu?”
tanyaku pada Junmi
“Seperti yang kau lihat, dia
sangat sibuk dengan perusahaannya, tapi untungnnya dia masih ingat denganku dan
anak-anak di rumah. Ya, apa Yoongi masih suka berkencan dengan studionya?”
“Ha~ ya seperti itulah, kadang
dia ingat kadang dia lupa, menyebalkan.”
“Hei~ biarpun seperti itu kau
juga mencintainya kan, hm hm hm~” ledek Junmi.
“Ya!” kesalku.
“Permisi, pesanan anda nyonya,”
seorang pramusaji meletakkan pesanan makanan kami. Sepiring spagheti untukku
dan semangkuk cream sup untuk Junmi. “Selamat menikmati,” ucap pramusaji itu
sebelum pergi.
“Terimakasih,” balasku dan Junmi
bersamaan.
“Woaahhh~~~ kelihatannya enak,”
aku bersemangat sekali untuk memakannya. Satu suap, aman, dua suap masih aman,
namun suapan yang ketiga, kurasa perutku sudah mulai tak beres. “HOEK!” sial
kenapa mual datang di saat yang tidak tepat sih.
“Kau kenapa?” Junmi
menghampiriku.
“Bau bawangnya begitu menyengat
Junmi-ah, aku tak suka.” Ucapku sambil menjauhkan makananku.
Tangan Junmi terulur lalu
menyendokkan makananku ke mulutnya, “tidak ada yang aneh, ini masih wajar,
cobalah, aaa~”
“HOEK! Jauhkan itu Junmi-ah, itu
benar-benar HOEK! Membuatku mual!” aku lalu berlalri ke toilet, mualku
benar-benar tak bisa ku tahan lagi.
“Taya, tolong jaga adik-adik ya,
eomma mau ke toilet dulu, Hana imo sakit, jangan nakal ya,” aku mendengar jelas
ucapan Junmi ke anakknya sebelum dia menyusulku.
Ini sudah hampir lima menit dan
mualku belum hilang juga. Dan ini adalah hari ke dua dimana perutku benar-benar
tidak bersahabat.
“Kau masih mual?” tanya Junmi
sambil memijit-mijit tengkukku.
“Sedikit, Junmi-ah, sekarang
tanggal berapa?”
“Tanggal sembiln belas kenapa?”
jawabnya,
“Tidak apa-apa, hanya saja,
tunggu dulu, OMO!” aku dan Junmi saling bertukar pandang. Mungkin pikiranku dan
dia sama.
Tak mau menunda lagi kami segera
menyelesaikan acara makan siang kami lalu segera pergi ke klinik terdekat. Bau
khas dari cairan desinfektan langsung menyambut kedatanganku begitu aku
memasuki tempat ini. Mengambil nomor antrian lalu duduk di kursi pengunjung
sembari menunggu giliran untuk di periksa.
“Maaf merepotkanmu Junmi-ah,” aku
merasa tak enak hati pada Junmi karena dia harus menemaniku ke sini.
“Ish, kau ini tak usah
berlebihan, biasa saja.” Jawabnya alu kembali bermain dengan anak-anak, bahkan
Hyunsik aku titipkan padanya.
“Nyonya Jung Hana,” seorang
perawat memanggil namaku,
“IYA! Junmi-ah titip Hyunsik ya,”
pintaku. Junmi mengangguk dan akupun
memasukki ruang pemeriksaan.
“Selamat siang Nyonya Jung Hana?”
sapa sang dokter membuka sesi konsultasiku hari ini.
“Siang dok,”
“Ada keluhan apa?”
“Eum~ begini dok...” sesi
konsultasi di mulai, aku menceritakan semua keluhanku mulai dari A sampai Z
termasuk keluhan mual yang ku rasakan.
“Sebelum melakukan pemeriksaan
lebih lanjut, saya ingin melakukan pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu.”
Dokter menyerahkan selembar kertas yang harus ku serahkan pada petugas
laboratorium.
Tidak butuh waktu lama aku
menunggu hasil pemeriksaan. Cukup lima belas menit saja, aku sudah bisa kembali
ke ruang pemeriksaan dengan hasil pemeriksaan laboratorium di tangan.
“Selamat nyonya, sepertinya
jagoan anda akan mempunyai adik.”
“Eh? Benarkah?” aku masih belum
percaya.
“Mari kita intip si kecil.”
Dokter itu mengarahkanku ke bed pemeriksaan dan tangannya sudah siap dengan
alat USG.
Aku tersenyum lebar ketika mataku
menangkap gambar calon bayiku di layar monitor. Masih kecil, masih berupa
kantong kata dokter, namun aku sudah merasa begitu senang.
“Semoga ibu dan janinnya selalu sehat,”
Ucap dokter, lantas aku pun keluar dari ruang pemeriksaan dengan wajah
sumringah.
“Bagaimana?” Tanya Junmi.
“Berhasil!” Aku bersorak girang
begitupun Junmi.
“Imo sehat-sehat saja kan?” tanya
gadis Junmi, Taya.
“Sebentar lagi Taya punya adik
lagi karena adik Hyunsik akan menjadi kakak sayang~” jelasku dan dia pun ikut
senang mendengarnya.
“Aku rasa aku akan pulang
terlebih dahulu, kau tidak apa-apa kan kau menunggu Yoongi sendiri?”
“Eum, tidak apa-apa, kau
pulanglah dulu, kasihan Jeongsan dan Taya, mereka sepertinya lelah.”
“Baiklah, kami pulang dulu ya,
Bye~” Junmi melambai seiring melajunya taksi yang dia tumpangi.
Aku memangku Hyunsik, dia masih
asik dengan mainan karetnya.
“Eomma sakit?” tanyanya polos.
“Tidak sayang, eomma sehat, hanya
saja perut eomma sedikit mual.”
“Tapi tadi eomma bertemu dengan
dokter, eomma bohong, eomma pasti sakit.” Keukeuhnya.
“Sedikit sayang, karena adik bayi
di perut eomma sedang rewel.” Aku mengarahkan tangan Hyunsik ke perutku.
“Ada adik bayi disini?” tanyanya
lagi.
“Eum~, sebentar lagi Hyunsik
menjadi kakak, Hyunsik senang kan?”
“YEEYYYY~~~Hyunsik jadi kakak,
Hyunsik punya teman di rumah, eomma, eomma, nanti adik bayinya boleh Hyunsik
ajak main robot-robotan?”
“Boleh sayang~” aku mengacak
gemas rambutnya. Ah, sungguh aku tak menyangka kalau bocah ini akan menjadi
kakak.
“Ehem, kalian asik sekali, sedang
membicarakan appa ya?” Yoongi datang dan duduk di sampingku. Refleks akupun
menjauh darinya. Aku masih merasa enggan untuk berada dekat-dekat dengannya.
“Ayo pulang!” aku berjalan ketus
memasukki mobil.
Masih dengan posisi yang sama
ketika berangkat, aku duduk di belakang dan hyunsik menemani appa-nya di depan.
Sesampainya di rumah pun aku memilih untuk segera melakukan kegiatan lain agar
tidak dekat-dekat dengan Yoongi.
“Aku lelah, kau temani Hyunsik
tidur ya,” suruhku pada Yoongi.
Aku merebahkan diri, pandanganku menatap
lurus ke langit-langit, tanganku tak henti-hentinya mengelus perutku yang masih
rata. Rasa bahagia masih terselip di sana, dan sengaja aku belum memberitahukan
kebahagiaanku ini pada Yoongi.
“YA!” BUK! Aku memukul Yoongi
yang seenak jidatnya tidur di sampingku dan memelukku.
“YA! SIAPA YANG MENYURUHMU TIDUR
DISINI?!”
“Hei! Inikan kamarku juga!”
“Tapi aku tak ingin berada di
dekatmu! Pergi! Tidur saja di kamar Hyunsik!” aku menendang pantatnya dan sukses
membuatnya terguling. Dengan wajah yang jelas-jelas terlihat jengkel itu,
suamiku berjalan menuju kamar jagoan kami.
“Yonngi-ah! Bangun! Sstt
Yoongi-ah!” aku mengguncang-guncangkan tubuhnya.
“Hmm~” jawabnya dengan mata
terpejam.
“YA! MIN YONNGI BANGUN!” kali ini
suaraku sedikit mengeras.
“IYA IYA ADA AP-“ aku membungkam
mulutnya.
“Ssst, nanti Hyunsik bangun.”
“Ada apa?”
“Aku lapar, bisakah kau
membuatkanku ramyun?”
“Buat saja sendiri aku ngantuk!”
“YA! Buatkan aku ramen atau kau
tidur di luar!” ancamku.
“Baiklah baiklah nyonya Min~”
Dengan segala keterpaksaannya
Yoongi membuatkanku semangkuk ramyun pedas. Akupun menyantapnya dengan lahap.
Dan anehnya rasa mualku hilang.
“Mau ini?” Yoongi menyodorkan
kimchi yang masih tersimpan di kulkas.
“Eoh,” aku menyuapkan Kimchi ke
mulutku namun hasilnya, HOEK! Sialan, kimchi itu justru membuatku muntah.
“Kau kenapa?” Yoongi khawatir,
dia terus memijit tengkukku, sementara aku terus memuntahkan apa yang ada di
perutku.
“Ambilkan aku obat mual di nakas
samping tempat tidur.” Perintahnya. Yoongi menurut, dengan cekatan dia segera
mengambilkanku obat yang ku maksud.
“Ini minumlah,” dia menyodorkanku
obat tablet berwarna putih dan segelas air.
“Kau sakit?” tanyanya, aku
menggeleng.
“Lalu ini apa? Dari amana kau
dapatkan obat-obatan itu?”
“Tadi siang aku ke dokter,”
jawabku masih dengan nafas terengah-engah karena tenagaku yang terkuras.
“Lalu ini?” Yoongi menunjukkan
amplop putih yang merupakan hasil pemeriksaan laboratoriumku.
“Baca saja sendiri,” suruhku.
Matanya menatap kertas itu dengan seksama, sambil sesekali melirik ke arahku.
“Kenapa?”
“Kau benar-benar hamil?” tanyanya
masih belum percaya.
“Menurutmu?”
“Tapi~” dia menelisik setiap
bagian tubuhku.
“Kau tak percaya, lihat saja
itu.” aku menunjuk ke arah lembaran hasil USG yang ku tempel di pintu kulkas.
“Benarkah ini, oh, kau, YA!” aku
rasa Yoongi ingin mengungkapkan rasa senangnya namun tak ada kata-kata yang
tepat yang bisa dia keluarkan.
“Kenapa? Merasa hebat?”
“Tentu saja! Hahahaaa~” dia
tertawa renyah.
“Terserah kau saja, yang jelas
jangan dekat-denkat denganku, aku membenci itu!” BLAM! Aku membanting pintu
kamar.
END
Aloha~ hayoo yang kemarin minta di panjangin dikit, nih sudah ku kasih
yang agak panjangan. Tapi maaf ya kalau justru jadi aneh dan gak karuan karena
bikinnya juga mendadak.
Be a good reader please, thanks a lot dear ^^

Tidak ada komentar:
Posting Komentar