Author : Yeonhwa
Cast : Min Yoongi
(Suga BTS), Jung Hana (OC)
Genre : Family, Fluff
(little)
Rated : G
Lenght : Ficlet
Disclaimare : Suga
and other BTS member belongs to God, but storyline and OC belongs to me.
I hate plagiarism so
don’t copy paste!
Rentetan tuts piano yang lumayan berumur itu menjadi saksi perjalanan
hidupku. Seorang Min Yoongi melamarku. Seorang Min Yoongi yang terkenal dingin,
cuek, keras dan selalu berbicara seenaknya, dia menjadi suamiku.
Malam itu. Di sebuah cafe yang menjadi tempatku bekerja part time, dia
pria yang telah merebut segalanya dariku, tiba-tiba saja mengucapkan lima kata
ajaib yang mampu mengubah hidupku.
Aku seorang gadis biasa, seorang mahasiswi yang berasal dari keluarga
miskin, menjadi istri dari seorang superstar yang digandrungi banyak wanita.
Dan itu benar-benar seperti mimpi bagiku. Tak ada persiapan khusus malam itu,
tak ada candle light dinner, tak ada buket bunga, tak ada lampu temaram,
benar-benar seadanya. Bahkan aku memakai seragam kerjaku sementara Yoongi
memakai kaos yang dia tutup dengan jaket kulit yang ku tahu itu adalah jaket
kesukaannya, bahkan dia masih menggunakkan celana jeans yang robek disana sini.
Waktu itu aku masih ingat betul, aku selesai menata pesanan dari seorang
customer di meja yang telah di pesan. Sedikit rewel memang, namun apa boleh buat
aku harus melakukannya. Bahkan waktu itu aku masih harus menerima omelan dan
complain karena kerjaku yang dianggap ceroboh. Oke biar aku jelaskan, aku
memang tidak dalam kondisi baik saat itu, saai itu aku merasa pusing, mual dan
merasa terlalu lelah, hingga semuanya terasa berputar-putar.
“Kau tak apa?” salah seorang temanku membantuku untuk duduk.
Semuanya terasa memusingkan, namun pekerjaan masih menanti untuk segera
ku selesaikan. Bunyi bell di pintu menjadi pertanda kedatangan seorang
pengunjung. Dengan senyum yang kubuat seramah mungkin aku menyapanya. Menyapa
lalu menawarkan menu lalu menyajikan pesanan adalah tugasku.
“YA! KAU INI BISA BEKERJA DENGAN BENAR ATAU TIDAK HAH!” itulah
kata-kata yang seharian ini terus terusan memekakan telingaku. Dan
beratus-ratus kali pula kata maaf ku ucapkan.
“Maafkan aku tuan.” aku membungkuk meminta maaf.
Lelah benar-benar merasukiku, dan kursi dibalik meja kasir adalah
tempat favoritku untuk beristirahat sekedar menghirup udara yang terbebas dari
cemaran amarah.
Aku masih sibuk melayani pelanggan, dan seperti biasa, malam ini di
cafe selalu ada penampilan dari para musisi yang secara sukarela menyumbangkan
bakatnya untuk meramaikan suasana. Itulah yang membuatku untuk bertahan disini
meskipun aku harus bebesar hati menerima omelan dari para pelanggan.
Denting piano mulai mengalun. Nada-nada indah mulai mengalir dengan
tempo yang lambat. Aku melihat bayangan seorang pria, dan saat itu aku hanya
mengira dia adalah seseorang yang sama sekali tidak ku kenal.
“Siapa dia? Aku baru pertama kali melihatnya.” pertanyaan bodoh itu
keluar begitu saja dari bibirku.
“Entahlah, mungkin anak baru.” aku mendapati jawaban yang justru
semakin membuatku penasaran.
Lampu panggung masih redup. Sinarnya masih belum bisa menampakkan siapa
sosok dibalik alunan merdu dari piano itu. Lagu masih berjalan dengan tempo
lambat, aku melihat pengunjung begitu menikmatinya, seolah sedang mereka sedang
melihat pertunjukan piano kelas atas secara gratis. Begitupun denganku, aku yang
saat itu benar-benar belum pernah melihat pertunjukkan piano di kafe ini,
akhirnya turut terbawa susana.
Sambil melipat kain-kain lap yang akan ku tata keesokkan harinya, aku
turut menyanyikan lirik yang lagunya sedang dicover oleh pianis itu. Bahkan aku
sama sekali tak menyadari bahwa lagu yang kunyanyikan itu adalah lagu romantis.
Musik berhenti tiba-tiba dan lampu panggung menyala, oh okay, aku
merasa mataku salah lihat. Mataku menagkap sosok Min Yonggi yang sedang duduk
memainkan melodi dari lagu yang kudendangkan sedari tadi. Proyektor menyala dan
menampilkan beberapa gambar, dan itu sungguh membuatku malu. Min Yonngi memang
benar-benar keterlaluan. Bagaimana tidak, dia berani-beraninya menggambil
fotoku tanpa sepengetahuanku , dan dia menampilkannya di sana, di layar besar
di depan sana.
A hundred and five is the number that comes
into my head
When i think of all years i wanna be with
you
Wake up every morning with you in my bed
That’s prcisely what i plan to do
And you know one of these days when i get my
money right
Buy you everything and show you all the
finer things in life
We’ll forever in love so there no ain’t no
need to rush
But one day, i won’t be able to ask you loud
enough
I’ll say will you marry me
I swear that i will mean it
I’ll say will you marry me
(Jason Derulo - Marry Me)
Mataku masih belum bisa berkedip. Mataku masih membulat sempurna,
mungkin saat itu adalah saat-saat terbodoh yang pernah kulalui. Rentetan kata-kata
juga terpampang disana. Aku rasa semua yang dia tulis tidak sekedar kata-kata
manis belaka. Aku bisa merasakan bagaimana ketulusannya.
“Bagaimana?” dia meminta jawabanku.
Aku di seret begitu saja oleh kedua temanku. Dan sialnya ternyata semua
ini sudah di setting sedemikian rupa oleh Yoongi, bahkan sampai adegan cercaan
dan omelan yang sedari pagi aku terima.
“Bagaimana?” ulangnya, dan tanpa ragu aku mengangguk, lalu dia
memelukku.
***
“kau belum tidur?”
“Oh, kau sudah pulang?” aku
menengok ke arah suara itu.
“Kau sedang apa? Terlihat asik
sekali?” priaku, ayah dari anakku kini duduk tepat disampingku.
“Aku tak hanya sedang mengenang.”
jawabku sambil memandang kedepan.
Aku melihat Yoongi menatapku
heran. Aku lantas tersenyum padanya.
“Kau ingat piano itu?” aku
menunjuk kearah piano yang kini tersimpan rapi di sudut rumah kami.
“Ya, piano itu yang memang penuh
sejarah.” sahutnya sambil memposisiskan tubuhnya senyaman mungkin di atas sofa.
“Andaikan dia hidup, pasti dia
akan menjadi kakek dari Hyunsik, karena dia melihat semuanya, sejarah kita,
kenangan kita.” aku menyandarkan kepalaku pada bahunya. Sedikit bermanja-manja.
“Mau ku mainkan lagu itu lagi?”
tawarnya.
“Tak usah, nanti Hyunsik bangun.”
aku semakin bergelayut manja di bahunya.
Kami terdiam, menyibukkan diri
dengan pikiran masing-masing, pikiran mengenai kenangan-kenangan yang telah
kami lewati bersama. Kenangan yang tak satupun luput dari unsur musik.
Aku mendongak, mendapati suamiku
ini sedang tersenyum menatap kedepan, lalu beralih menatapku, dan mencium
keningku.
“Kau tahu, bahkan sampai sekarang
ini aku masih belum percaya kalau aku sudah menjadi seorang suami dan ayah dari
Hyunsik” ucapnya datar.
“Itu karena kau terlalu sering
berkencan dengan pekerjaanmu.” sedikit kesal aku menjauhkan diri darinya, namun
tangannya menariku kembali, dan meyekap tubuhku dalam pelukannya.
“Tapi aku sadar dan yakin betul
kalau aku ini mencintaimu.” lanjutnya lagi. Tanganya lantas menarik daguku dan
mengecup singkat bibirku.
“Saranghe” ucapnya, dan aku masih
terdiam. Entahlah pikiranku sedang tak waras sekarang. Meski sudah satu tahun
lebih aku hidup bersamanya, namun aku masih bisa menjadi gila jika dia bersikap
manis seperti ini.
END

Tidak ada komentar:
Posting Komentar