Senin, 18 Januari 2016

FF BTS ll JUST ONE DAY


Author : Yeonhwa
Cast : Jung Hoseok (Jhope BTS), Lee Ga Yoon (OC)
Genre : Sad, angst
Length : Oneshot
Rated : G
Disclaimare : BTS member belongs to God but Storyline and OC ordinary belongs to me.
A/N : I hate plagiarism, so don’t copy paste without my permission.
Happy reading ^^



Andaikan aku bisa meminta, Tuhan...aku ingin dia kembali,aku ingin bersamanya walau hanya satu hari saja.

Dalam hatiku menjerit keras. Menangis deras, walau mataku tetap kering tanpa derai air mata. Ku tatap wajah priaku yang terbingkai indah dalam persegi berwarna hitam. Wajahnya terlihat begitu cerah lengkap dengan senyum cerianya. Ku usap wajahnya, namun dia tetap diam dan terus tersenyum ke arahku.

“Kau mau kemana malam-malam begini?” malaikat ku, ibuku, dia selalu khawatir dengan keadaanku.

“Hanya keluar sebentar bu, aku bosan.” aku lantas melangkahkan kaki, mengikuti kata hatiku. Malam memang telah memekat, langit telah menggelap, namun kesibukan tetap terasa. Sepanjang trotoar ku jumpai beberapa pejalan kaki yang sibuk dengan aktivitasnya, berjalan, menelepon, bahkan ada beberapa yang menggerutu tak jelas.

Aku mengedarkan pandanganku ke setiap sudut kota, kota yang dipenuhi kenanganku dan dia. Lampu jalanan, pedagang kaki lima, bangku taman dan halte, ah rasanya masih banyak hal yang benar-benar begitu melekat di ingatanku.

Ku hentikan langkahku di depan toko ponsel. Aku mencoba mencungkil kembali kenangan yang tersimpan di sana. Aku berdiri tepat di depan kaca etalase yang menampilkan semua tipe ponsel yang mereka jual. Diari kaca itu aku dapat melihat jelas pantulan kenanganku bersama dengannya.

“Kau mau?”  matanya melirik pada sebuah ponsel yang terpajang di bagian etalase.

“Tak usah, ini juga masih bisa dipakai,” aku menolaknya,

“Ah...ayolah, itu terlalu kuno,” tangannya menyeretku untuk memasukki toko.

“YA! Jung Hoseok!” aku memukul-mukul tangannya.

“Ahjussi bisakah aku menukar ponsel ini dengan yang itu?” cih, pria macam apa dia, kelakuannya sekarang seperti seorang ahjumma yang menawar di pasar.

“Bisa, tapi aku rasa aku hanya bisa membeli ponsel ini degan harga sekian” ucap ahjussi itu sambil menunjukkan angka-angka di kalkulatornya.

“Oh, ayolah ahjussi, ini ponsel masih bagus, masa tak bisa dinaikkan sedikit harganya” okay, biar ku jelaskan, yang menjadi wanita disini adalah aku dan Hoseok adalah seorang pria, harusnya akulah yang rewel dalam masalah tawar menawar, tapi keadaan berbalik sekarang.

“Sudahlah, aku tak memerlukannya.” aku berusaha untuk membatalkan transaksi antara Hoseok dan ahjussi itu. Walau jujur aku memang menginginkan posel itu, warnanya manis, dan aku rasa fitur di dalamnya juga bagus.

“Baiklah, tapi hanya segini,” kembali ahjussi penjual ponsel menunjukkan angka dari harga yang mereka sepakati.

“OK...!” Hoseok tersenyum lalu mengeluarkan beberapa lembar won.

“Cha~ sekarang aku bisa menghubungimu via videocall” Hoseok membuka bungkus ponsel baruku dan menyalakannya.

“Ga Yoon-ah!” aku menengok dan CEKREK...selca pertama kami dengan ponsel baruku.

Air mata menetes, dan segera ku usap. Berkali-kali aku melihat ponsel yang kugenggam. Haruskah aku membuang semuanya, termasuk ponsel ini?. Batinku berperang, antara iya dan tidak. Setelah cukup lama terdiam aku akhirnya memutuskan untuk tetap menyimpannya.

Langkah kakiku kembali melaju, menulusuri jalan menuju taman kota yang selalu ramai di malam hari oleh pengunjung. Taman ini memang ramai karena tatanan lampu hiasnya yang menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap pengunjung.

Bangku kayu yang terletak di bawah pohon cherry blossom adalah tempat kenanganku selanjutnya. Memandang keramaian yang ada, sambil meresapi hembusan angin malam yang membawa cerita lama diantara kami. Sesekali aku tersenyum mengingat kenangan-kenangan yang tersimpan di taman ini.

PLUK... seseorang menjatuhkan ponselnya tepat didepanku. Aku memungutnya.

“Oh...Tuan...ponselmu terjatuh!” aku mendongak namum si pemilik ponsel itu telah menjauh.

“TUAN...!” percuma usahaku sia-sia, dia semakin menjauh. Angin malam semakin mendingin, aku tak tahan lagi. Kuputuskan untuk kembali ke rumah. Sepertinya meringkuk di balik selimut sangat nyaman.

Aku membolak balik ponsel yang kutemukan di taman. Bentuknya, warnannya dan tipenya sama persis dengan ponsel milikku dulu. Ponsel yang berisi kalimat-kalimat cinta dari priaku, Jung Hoseok. Terbesit dalam benakku untuk menyalakan ponsel itu, jariku hampir menyentuh tombol power namun tiba-tiba layarnya menyala, padahal sebelumnya aku yakin kalau ponsel itu mati.

Ucapkan apa keinginanmu

Itulah kalimat yang terpampang jelas di layar ponsel itu dan ada gambar animasi seorang penyihir cilik.

“Ck, apa-apan ini? Seperti anak kecil.” Aku tak menghiraukan kalaimat itu.

Aku akan mengabulkan apapun yang kau minta

Sekarang ponsel itu seolah berbicara dan bisa mengerti apa yang aku ucapkan.

Cepat katakan

Aku hanya menatapnya sepintas, lalu meletakkannya diatas nakas di samping tempat tidurku.

“Jika aku boleh meminta, aku ingin mengulangnya kembali, bersamamu walau hanya sehari saja.” gumamku sebelum mataku terpejam sempurna mengantarku pada alam mimpi yang indah.

Aku membuka mata. Mentari memang tidak begitu bersemangat, karena ini adalah musim gugur. Angin dingin masih bisa ku rasakan berhembus dari balik jendela. Aku menoleh kesamping, diatas nakas, tempat dimana wajah tampan Hoseok terpajang. Mataku melirik ke ponsel temuanku. Tanganku tertarik unutk melihat apa yang terpampang dil ayarnya.

Terimakasih, permintaanmu akan ku kabulkan

“Lelucon macam apa ini, aku bahkan tak membalas pesannya.” aku kembali meletakkan ponsel itu, namun sedetik kemudian ponsle itu berbunyi namun bukan pesan atau panggilan yang masuk, tapi muncul tampilan timer yang waktunya terhitung mundur.

24:00:00

Oke, ku rasa ini suatu kebetulan.

“Ga Yoon-ah, ibu pergi dulu, kau jaga diri baik-baik!” seperti biasa ibu selalu pergi meninggalkanku dirumah ini, ah tidak rumahku maksudnya, iya karena memang aku memutuskan untuk belajar hidup mandiri meski aku berasal dari keluarga mampu. Rumah kecil ini, rumah yang penuh kenangan, rumah yang ku beli bersama denga Hoseok.

TOK...TOK...TOK...

Baru saja aku melangkahkan kaki bermaksud kembali ke kemar, ketukkan pintu mencegahku, memaksaku berbalik arah menghampiri siapa pelakunya.

“Kenapa lama sekali?” Priaku telah kembali.

Aku masih belum percaya ini, apa ini mimpi?

“Hei! Lee Ga Yoon! Hello!” Hoseok, dia mengibas-kibaskan tangannya di depan wajahku, dan membuatku tersadar.

“Oh, ne....” tanpa ku susruh masukpun Hoseok sudah lebih dulu masuk dan menjelajah dapur.

Aku mendekat, menghampirinya, berusaha untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa ini bukanlah mimpi. Ku pandangai setiap lekuk wajahnya, rambutnya, dan tak kuasa aku menahannya, rasa rinduku benar-benar membuncah. Ku peluk dia erat-erat.

“Kau belum mandi?” ucapnya di sela-sela pelukanku.

Aku menggeleng.

“Mandilah dulu, akan ku buatkansarapan unutk kita,” lalu dia tersenyum.

Aku segera melihat layar ponsel usang itu. Angkanya masih berjalan mundur. Dan itu berarti aku memang harus menyelesaikan semuanya dengannya dalam waktu satu hari ini.

“Hoseok-ah,” aku membuka percakapan di tengah-tengah acara sarapan kami, “hari ini ayo kita jalan-jalan.” Pintaku dan dia diam sejenak, mungkin sedang memikirkannya.

“Oke!” ucapnya sambil tersenyum.

Masih di Seoul, kami berjalan berdu. Myeongdong tempat tujuan kami. Aku berjalan tanpa melepaskan genggamanku  pada tanganya, jujur aku takut sekali kalau harus kembali kehilangan dia.

“Ga Yoon-ah” Hoseok menarikku ke dalam toko kosmetik. Oke inilahkebiasaan Hoseok, selalu menarik diriku untuk menurutinya.

“Coba ini.” Hoseok bereksperimen dengan warna lipstik yang dia cobakan padaku. Aku hanya bisa diam dan menurutinya.

“Aish, kau ini apa-apan sih” protesku.

“Sudah diamlah!” tangannya tetap lanjut unutk memoles ini dan itu di wajahku.

“Lihat! Aku rasa warna ini cocok, terlihat natural. Aku ambil yang ini saja.” Tangan Hoseok terulur menyerahkan lipstik  itu ke pramuniaga.

“Coba kau cium yang ini,” Hosoek menyodorkan tester parfum.

“Euwwhhh.” aku tak suka itu, tak enak.

“Kalau ini?”

“Emmm, ini enak.” ya, aku suka wanginya lembut.

“Baiklah aku ambil yang ini juga.”

 Hoseok-ah kenapa jadi kau yang gila belanja huh?. Aku menatap wajah riang priaku itu.

“Ayo lanjut lagi!” ajaknya.
Hoseok mengamit lenganku. Aku sedikit bergelayut manja di lengannya. Sekedar merasakan kalau dia benar-benar ada dusamoingku sekarang ini.

“Hoseok-ah.” aku menunjuk ke sebuah kedai ice cream.

“Ayo.” dia menyetujuinya

Seporsi ice cream double cocho menjadi santapan kami. Memakannya dengan lahap di satu tempat yang sama. Dan itu sungguh membuatku senang.

Lelah seharian menyusuri jalanan Myeongdong, aku menghambur diri ke sofa setibanya di rumah. Kulirik sebentar layar ponsel usang itu.

09:59:00

“Sebentar lagi.” Gumamku.

“Ada apa?” Hoseok mengagetkanku dari belakang.

Buru-buru kusimpan lagi ponsel itu. “Tak ada apa-apa,” aku tersenyum.

“Aku mau mandi dulu.”

“OK.” ucapnya sambil menata barang-barang belanjaan kami di dapur.

Aku mengambil bebrapa butir obat dari kotak penyimpanan disamping cermin washtafel. Meminumnya tanpa bantuan air. Aku berharap obat ini benar-benar bisa menyembuhkanku dari luka itu. Luka yang terlanjur menganga karena kepergian Hoseok.

“Kau sudah selesai belum?” teriak Hoseok.

“Sebentar!” aku buru-buru mencuci mukaku, namun baru saja aku membuka keran air, hanya ada satu tetesan air saja, mana bisa aku membasuh wajahku.

“Hoseok-ah, keran air washtafel macet” ucapku masih dengan busa di wajahku.

“Eh? Biar ku lihat.” Hoseok berjalan menuju kamar mandi dan aku mengekor dari belakang.

“Besihkan dulu wajahmu!”

“Ah, aku lupa, hehehe...” aku membasuh wajahku dengan air dari tempat cuci piring.

Selesai dengan urusan wajah, aku menghampiri Hoseok yang sedang berjuang keras untuk mengencangkan baut dari pipa pembuangan.

“Apa tak sebaiknya kita panggil tukang reparasi pipa?” tanyaku khawatir melihat ekspresi mukanya yang benar-benar kesulitan sampai wajahnya merah padam. Dan BYUR...bukannya baut terpasang rapat tapi malah semburan air semakin deras.

Hoseok tak menjawab iya tapi dia tersenyum dengan seluruh giginya yang terlihat. Huh, kalau tau begini kenapa tak dari tadi saja. Alhasil kami harus berbasah-basah ria malam ini.

“Apa lagi yang kurang?” Ucap Hoseok sambil manatapku.

“Coba kau cek lagi dari atas.” ucapku sambil mengeringkan rambut Hoseok dengan handuk.

Kami beruda sedang menyusun agenda untuk esok hari. Ya, esok hari, sejenak aku melupakan bahwa kami, aku dan Hoseok, hanya mempunyai waktu yang singkat.

“Diamlah.” Aku menhentikan gerakan kepalanya, dia memang tak mau diam.

Menyusun agenda selesai, menonton televisi selesai, makan malam sudah, dan sekarang badanku benar-benar remuk, capek sekali. Aku beringsut berjalan menghampiri tempat favoritku, ya apa lagi kalau bukan kasur. Aku melirik nakas di samping tempat tidurku, layar ponsel itu masih menunjukkan waktu yang berjalan mundur. Oke, aku hanya memiliki waktu kurang dari lima jam saja untuk bersama dia.

“Kau sudah mengantuk?” Hoseok masuk dengan segelas air putih dan beberapa pil yang aku rasa itu vitamin.

“Emm.” aku menggeleng.

“Obat apa itu?” aku menunjuk keara pil yang dia genggam.

“Bukan apa-apa hanya vitamin.” Ucapnya alu meminum pil itu.

“Kau benar-benar sudah mengantuk?”

Damn! Hoseok mendekatkan wajahnya, dan aku tak tau apa yang harus ku katakan. Sedikit mengerti maksudnya, aku mengecup singkat bibirnya.

“Belum.” Ucapku singkat.

“Kau ini.”

Dia mencubit hidungku lalu beralih mengecupnya.

“Aku kenapa?” aku menantangnya.

“Kau!” seketika dia mendorongku, membuatku terjatuh. Dan bisa ku bayangkan aku akan dihabisinya malam ini.

Aku masih meringkuk di balik selimut, tangan kekar Hoseok juga masih melingkar di pinggangku. Tanganku terulur melihat layar ponsel itu, lagi-lagi aku hanya masih memiliki waktu sebentar.

01:00:00

Aku meletakkan kembali ponsel itu. Berbalik kearah Hoseok. Memeluknya erat. Merapatkan tubuhku tubuhnya. Menyesap aroma feromon yang menguar dari tubuhnya. Oh Tuhan, aku sungguh merindukannya.

“Kau kenapa?” ucapnya masih dengan matanya yang terpejam.

“Aku akan merindukanmu Hoseok-ah.” Aku menangis dalam diam.

“Hei apa yang kau tangisi? Aku kan ada disini.” Hoseok mengecup keningku, lalu mengertakan pelukannya.

Aku memejamkan mata, berusaha untuk tak melihatnya, berharap waktu berhenti agar aku bisa terus berada disampingnya seperti ini.

Mentari memang belum bersinar, tapi aku sudah terbangun, karena memang aku tak sepenuhnya tertidur. Tanganku tak merasakannya lagi, tubuh kekar itu tak kurasakkan lagi. Hangat pelukannyapun juga telah menghilang, dingin, aku merasakan dingin saat ini. Ku buka perlahan mataku. Masih seperti mimpi rasanya, aku benar-benar merasa sedang bermimpi, priaku yang semalam masih kupeluk kini menghilang tanpa jejak. Priaku menghilang untuk selamanya. Tubuhnya menghilang, namun wangi khas maskulinnya masih tersisa disini, di balik selimut ini.

Aku memeluknya erat. Memeluk selimut ang masih membalutku, memeluk sisa-sisa darinya yang masih bisa kurasakan.

“Hoseok-ah.” Aku menangis, airmataku mengalir, hatiku remuk seketika. Hoseokku telah pergi.
Satu minggu telah berlalu, aku berusaha untuk menghapus setiap bulir bening yangjatuh dari mataku. Menjalani kehidupanku tanpanya. Seperti saat ini, sendiri dirumah ini, hanya bertemankan senyumnya yang terbingkai indah yang kuletakkan dia atas meja dekat televisi.

“Apa kau baik-baik saja di sana?” aku menyapanya barang sebentar.

TING TONG...

Bel pintu berbunyi. Aku meletakkan susu coklat yang ku nikmati tadi dan berlari menuju pintu.

“Ya-“ belum selesai aku berkata, seketika itu juga aku merasa seperti dejavu, priaku kembali lagi.

“Eum, apa ini rumah nona Lee Ga Yoon?” ucapnya.

“I-iya, ada apa ya?” aku masih sulit mempercayai ini.

“Apa aku melihat ponselku yang seperti ini?” pria itu menunjukkan gambar ponselnya.

“Ah, jadi itu milikmu?”

“Iya, aku menjatuhkannya di taman.”

“Oh, mari silahkan masuk akan ku ambilkan ponselmu.”

Aku mengekornya. Dari belakang kulihat punggungnya, sama persis dengan punggung Hoseok.

“Ah, rumahmu bagus juga.” pujinya, dan itu membuatku kembali tersenyum.

“Ah sebentar.” aku berlali menuju kamar, menagmbil ponsel usang itu yang kusimpan rapih di laci.

“Terimakasih karena kau telahkembali Hoseok-ah.” aku menatap fotonya.

Aku harap dia benar-benar Jung Hoseok yang aku rindukan. Aku harap aku bisa bersama-sama dengannya lagi, walau dalam wujud orang lain yang mirip denganmu Hoseok-ah.

END

Maaf kalau jelek dan fellnya gak ngena. Ini cerita aku ambil dari salah satu web dramnaya T-Ara yang sweet tempation. Kalian bisa liat sendiri ya web dramanya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar