Author : Yeonhwa
Cast : Kim Hanbin
(B.I iKon), You, Chanwoo (cameo)
Genre : Romance
(Little), Fluff (Little)
Length: ficlet
Disclaimare : Hanbin
dan member iKon itu milik Tuhan dan alur cerita itu mlik author
Sorry for typo(s) and
happy reading ^^
Aku sedang berkunjung ke Seoul.
Kebetulan hari ini aku pergi untuk berkunjung ke rumah paman Song, mumpung
masih di seoul lalu aku menyempatkan diri untuk menjenguk Hanbin meski itu
barang sebentar saja, dan bibi Kim, ibu Hanbin menitipkan bingkisan untuk anak
laki-lakinya itu.
Aku memilih untuk menggunakan bus
karena sore ini cuaca begitu cerah, dan dengan bus ini aku bisa menikmati
sedikit suasana kota di sore hari. Suasana disini tak jauh berbeda dengan
Busan, selalu ramai, jalanan selalu dipenuhi oleh kendaraan dan dipinggirnya
selalu penuh sesak dengan para pejalan kaki. Tapi bagiku itu merupakan suasana
yang unik.
Mataku masih terus tertuju diluar jendela, mengamati setiap objek yang bisa ku tangkap. Wanita-wanita yang bercanda ria dengan sesamanya, para anak muda yang saling bekejaran, tuan-tuan berjas yang berjalan dengan kecepatan penuh karena tak mau membuang waktu bahkan diantara mereka ku jumpai beberapa pasang kekasih yang saling bergandengan tangan, berjalan beriringan, saling memeluk menghangatkan satu sama lain. Oh aku benar-benar iri. Andaikan Hanbin dan aku bisa menikmati sore bersama-sama, ah, tapi itu tak mungkin, dia terlalu sibuk dengan karirnya. Dan aku mengerti itu. Aku tak ingin menguncinnya dalam gengamanku, bagiku kebahagiannya lah yang utama.
“Haaaa.....” aku menghela nafas
panjang, khayalanku itu benar-benar membuatku merasa sesak.
DRRRTTT...DRRTTTTT....benda
persegi itu meraung-raung meminta untuk diperhatikan. Layarnya menunjukkan nama
Bobby di sana.
“Nde?”
“Nuna ini aku Chanwoo aku memakai
ponsel Bobby hyung, emm...nuna, apa Hanbin hyung menghubungimu?”
“Tidak dan ini aku dalam
perjalanan ke sana, bibi Kim menitipkan sesuatu untuk Hanbin”
“Jadi dia tidak bersamamu?”
lanjutnya dengan nada panik
“Tidak, memangnya dia tidak
berlatih dengan kalian?” oke, aku berusaha untuk menyingkirkan pikiran-pikiran
buruk yang mulai merasukkiku.
“Tidak, kami sedang mencarinya,
aku melihatnya sebentar tadi di kantor tetapi setelah itu dia tidak datang ke
ruang latihan. Kami mencarinya ke mana-mana, ke kantor staff, ke dorm bahkan ke
semua ruang latihan sudah kami cari dan dia tidak ada”
“coba kau hubungi dia” aku mulai
panik, pikiranku kacau, aku tahu sepertia apa sifat Hanbin.
“sudah, dan dia tidak mengangkat
teleponnya bahkan pesanku pun tidak dibalas”
“Terus hubungi dia, aku akan
mencarinya” segera aku meminta sopir busS untuk menghentikan busnya. Tak peduli
dengan rekasi penumpang lain dan para pengemudi yang lainnya. Yang ada di
benakku adalah Hanbin. Dimana dia sekarang.
“Hanbin bodoh ayo angkat
teleponku!” aku terus berusaha untuk menghubunginya. Air mataku mulai menetes,
rasa panik menjalar hingga membuat mataku berair.
Aku menghentikkan taksi, aku
ingat kebiasaan Hanbin ketika sedang kalut sperti sekarang ini. Dia pasti
sedang berusaha unutk menyendiri, menenangkan pikirannya dan taman adalah
tempat favoritnya jika dia ingin menyendiri. Aku berkeliling mencari
taman-taman yang ada disekitar sini. Aku terus menyuruh sopir taksi untuk terus
melaju, menyuruhnya untuk mengantarku ke tempat-tempat yang terdapat taman. Untunglah
sopir taksi itu berbaik hati padaku dengan sabar membawaku mengelilingi kota
dan mencari Hanbin, hingga akhirnya aku tiba di daerah Mangwon.
Ku edarkan pandanganku kesetiap
sudut taman yang ada, dan netraku menangkap sosok itu, sosok yang selalu
membuatku cemas, sosok yang selalu kurindukan. Kim Hanbin. Aku mendapati dia
sedang duduk di bangku taman. Telinganya dia sumpal dengan headphone berwarna
putih. Sukurlah, dia baik-baik saja.
Perlahan aku melangkah
menghampirinya. Berdiri tepat dihadapannya dan setelah melihatnya
rasanya
tubuhku lemas seketika, sungguh dia telah membuatku khawatir setengah mati.
“Kau keterlaluan!” aku sedikit
menggertaknya. Dia mendongak begitu mendengar suaraku.
“Eh?” ucapnya terkejut, dan
seperti dugaannku, wajahnya kini benar-benar murung.
“Seharusnya kau memberitahuku atau
yang lain apa masalahmu. Bukannya lari seperti ini! Kau ini seorang leader!”
aku berceloteh tak jelas. Aku masih melihat wajahnya yang mendongak kearahku,
matanya menatapku dengan tatapan heran. Mungkin dia bertanya kenapa aku
marah-marah.
“Hanbin kau bodoh! Sampai kapan
kau akan bersikap bodoh seperti ini huh?” aku menunduk, aku takut dia melihatku
menangis, karena mataku sekarang ini mulai memanas.
GREP...
Dia memelukku. Harum tubuhnya
sedikit membuatku nyaman, namun tidak bisa menghentikan rasa marah dan sebal
serta rindu yang bercampur menjadi satu dalam hatiku saat ini.
“Maaf” satu kata itu meluncur
dari mulutnya, tangannya mengusap rambutku pelan. Oh Tuhan kenapa hal ini semakin
membuat air mataku mengucur deras.
“Maaf, maafkan aku” dia semakin
mempererat pelukannya, tanganku semakin mencengkram kuat lengan bajunya.
“Hanbin bodoh! Bodoh! Bodoh!” aku
tak tahu apalagi yang harus kuucapkan.
Tangannya kembali terulur, mendongakkan kepalaku. Jari jemarinya berusha
menghapus air mataku.
“Hei, kau jelek jika menangis
seperti ini” jari-jarinya masih sibuk menghapus cairan bening yang membanjiri
pipiku.
“Tenanglah. Lihatlah, aku tak
apa-apa sekarang” Hanbin berusaha menyakinkanku, walaupun aku masih belum yakin
kalau dia sudah tidak apa-apa.
“Cha....ayo berikan senyum cantikmu.” Ibu jarinya mengusap pipiku
lembut. Akupun sedikit memaksakan diri untuk tersenyum.
“Ah ini, ibumu menitipkan ini”
aku menyodorkan bingkisan yang sedari kugenggam erat. Hanbin menerimanya dengan
senang hati, matanya berbinar. Dan biar ku tebak itu pasti makanan kesukaannya.
“Mau jalan-jalan?” dia memberikan
kode padaku untuk mengitari taman dan aku menyetujuinya.
Awalnya kami saling diam, sibuk
dengan pemikiran masing-masing. Aku sibuk dengan Hanbin dan Hanbin sibuk dengan
permaslahannya.
“Ha....” dia menghela nafas
panjang, seketika itu juga aku menoleh ke arahnnya. Begitu beratkah bebanmu
sampai-sampai kau kabur seperti ini.
Langkah kaki kami melambat
sebentar. Mataku masih memperhatikannya. Menatapnya dari samping, bahkan dari
sudut pandang ini aku masih bisa melihat gurat kekhawatirannya.
“Wae?” tanyanya singkat lalu
tersenyum setelah melihatku menggelengkan kepala. Entah ada angin apa,
tiba-tiba tangannya menggenggam tanganku. Tangan kami saling bertaut. Dia
kembali menoleh kearahku dan melemparkan senyumnya. Manis.
“Kenapa kau menatapku seperti
itu?”
“Hanbin-ah, berjanjilah padaku
untuk tetap kuat, dan jika bebanmu begitu banyak maka berbagilah, ada aku dan
teman-temanmu,” dia menghentikkan langkahnya begitupun denganku. Tubuhnya
berbalik menghadapku.
“baiklah aku janji” dia
memberikan senyuman kepadaku, itu membuatku sedikit lega sekarang. ya hanya
sedikit karena kedepannya mungkin dia akan selalu membuatku khawatir.
Sejenak kami menikmati keindahan
taman ini, hingga seseorang berteriak memanggil Hanbin dan yang kutahu dia adalah
staff dari agensi Hanbin.
“Bisakah kau segera pulang? Yang
lain khawatir denganmu sekarang” pinta orang itu.
Matanya kembali beralih padaku,
meminta persetujuan dariku. Kalau saja aku boleh memilih aku akan menuruti
keegoisanku untuk mempertahanku disini karena aku sangan merindukanmu, namun
sekali lagi kebahagianmu lah yang aku inginkan. Aku mengangguk menyetujuinya.
“Kembalilah, kasihan
teman-temanmu, mereka pasti khawatir” aku membenarkan letak beanie-nya.
“Kau juga pulanglah, hati-hati
dijalan hmm” dia sibuk merapikkan kerah coat
yang kupakai lalu mengusap poniku barang sebentar.
Pada akhirnya kami hanya bisa
berbalas senyum sebelum dirinya melangkah menjauh dariku. Aku masih belum
beranjak dari tempatku. Memandangnya pergi menjauh adalah rasa sakit tersendiri
yang harus ku tahan, karena itu berarti aku harus menahan rindu padanya untuk
waktu yang tidak bisa di tentukkan. Kim Hanbin bodoh, sampai kapan kau akan
terus membuatku seperti ini.
END
Okay....makasih buat
yang sudah baca, dan mohon maaf kalau ada salah kata
Jangan lupa untuk
kritik dan sarannya ya
Thanks a lot dear ^^

Tidak ada komentar:
Posting Komentar