FIRST DATE
.
.
.
Yoonri POV
Sebulan sudah setelah
kejadian itu, dan seolah menjadi perantara tersendiri antara aku dan Jungkook. Tapi
pertanyaan besar masih belum terjawab. Mengapa Kakakku mengenal Jungkook? Bahkan
dia membatasi jarak antara aku dan Jungkook.
“Hei!” tangan
seseorang membuyarkan lamunanku.
“Eoh,” aku tersadar. Kini aku sedang
berdua dengan pria itu, Jeon Jungkook. Dia berjanji untuk mengajakku
‘berkencan’ malam ini. Tepat setelah aku memberitahunya kapan aku selesai dengan jadwal jagaku, dia
lantas menjemputku.
“Apa yang kau
lamunkan?”
“Tidak apa-apa,”
dustaku sambil tersenyum.
“Kau mau memesan
apa?” tanyanya setelah datang giliran kami berdiri di depan meja pemesanan.
“Cola dan popcorn
saja.” dua hal yang harus wajib ada ketika sedang menonton film.
“Dua cola dan
satu popcorn ukuran besar,” ucapnya pada pelayan. Tak perlu menunggu waktu lama
pesanan sudah kami dapat. “Ayo kita
masuk, filmnya akan dimulai.” Ucapnya lalu menggandeng tanganku. Dengan senang
hati ku sambut uluran tangannya.
Kalian tentu
bertanya-tanya kenapa kami bisa menjadi dekat seperti ini. Mungkin kata orang cinta datang karena
terbiasa itu sedang terjadi pada kami. Kami yang sering bertemu, walaupun tak
jarang kami akan bertengkar jika bertemu. Tapi justru saat-saat itulah yang
membuatku merindukannya. Ucapan pedasnya, tingkah ketusnya, sifat kerasnya, dan
entah mengapa aku justru semakin jatuh dalam perangkapnya itu.
Sebuah film
terputar melalui pantulan dari proyektor. Aku duduk setenang mungkin, meski
jantungku dan pikiranku tidak bisa dikendalikan dengan normal. Ku lirik pria di sebalah ku. Dia duduk
dengan nyaman sembari memakan popcorn yang berada di tengah-tengah kami.
“Ya! Kau tahu film ini sangat seru.”
Celotehnya.
“O-Oh,” jawabku gugup.
Adegan demi adegan
tergambar sempurna di depan sana. Menceritakan sebuah kisah yang entah darimana menurut Jungkook
itu menarik. Sesekali ku lirik dia, parasnya yang jujur aku akui dia
sangatlah tampan bila dilihat dari sisi sini. Mata bulatnya dan senyum
kelincinya itu. Tunggu dulu, aku tidak boleh terbawa perasaanku sendiri.
“Tidak, tidak,
tidak,” aku menggelengkan kepalaku sendiri.
“Kau kenapa?”
tanyanya melihat tingakh konyolku barusan.
“Ah, ada
serangga tadi, hehehe,” jawabku. Perhatian kami kembali terfokus pada layar di
depan sana.
DRRTT…DDRRTT…DDRRTT
Aku merasa
ponselku kembali meraung-raung. Ku rogoh tasku dan ku ambil benda persegi empat
itu. Dua pesan dan sebuah panggilan tertera dilayarnya.
“Ya, ada apa?”
ucapku membuka pembicaraan via telepon.
“Ssaem, bisakah kau ke sini sebentar. Ada
hal yang ku bicarakan denganmu. Ini menyangkut pasien.” Suara seseorang dari seberang sana.
“Eoh, aku akan segera ke sana.”
Aku segera mengambil tasku, memakai kembali blazerku. “Maaf Jungkook-ah, aku
harus segera ke Rumah Sakit, ada pasien gawat yang membutuhkanku.”
“Eoh? Mau ku antar?”
“Tidak usah, kau lanjutkan saja menontonnya,” ucapku tak enak hati, karena
ku perhatikan dia begitu menikmati film itu.
“Tidak apa-apa, aku bisa menontonnya lain kali. Ayo!” Jungkok lantas mengambil
tanganku, menggenggamnya dalam tautan jemari kami. Aku hanya bisa terdiam atas
perlakuannya.
===000===
DDRRTT...DDRRTT...DDRRTT
Berkali-kali aku melihat ponsel Jungkook berdering, berkali-kali pula
panggilan masuk tertera dilayarnya.
“Sepertinya itu panggilan penting,” Aku membuka pembicaraan diantara kami.
“Biarkan saja, tidak penting.” Tukasnya dengan pandangan tetap lurus ke
arah jalanan.
Sekali lagi ku lirik layar ponselnya. Appa,
tulisan itu tertera di sana. Menyadari akan tingkahku dia lalu mengambil
ponselnya dan mematikannya.
“Pegangan yang kencang,” ucapnya kemudian menekan pedal gas dalam-dalam.
Sekilas aku melihat raut kesal di wajahnya. Sekarang bertambah lagi pertanyaan
di benakku tentang dia. Huh, ini membingungkan.
CKIITTT... (anggep aja bunyi rem dadakan )
“Sudah sampai,” ucapnya.
“Terimakasih”
ucapku berbasa-basi. Dia tersenyum sebelum beranjak untuk membukakan pintu
untukku. Aku segera berlari ketika pintu mobil terbuka, yang ada di pikiranku
saat ini adalah kondisi pasien.
“Selamat malam Tuan,” aku mendengar seseorang berbicara dengan Jungkook.
“LEPASKAN!” Kalimat penolakan dari Jungkook membuat langkahku terhenti dan
kubalikkan badanku ke arahnya.
BUGH!
Sekelompok pria berjas hitam mengerubutinya,dan salah satu diantaranya
memukul Jungkook dari belakang, membat pria itu tersungkur lemah.
“YA!” Aku berteriak, hendak berlari ke arahnya.
“Tidak! Janan kesini, pergilah!” ucapnya lemah, namun masih bisa ku
mengerti.
Tidak!, tubuhku membeku seketika, walaupun otakku memerintahkan untuk menghampirinya,
tapi kalimat Jungkook seolah membiusku. Aku terdiam di tempat, menyaksikan
Tubuhnya di seret oleh sekelompok pria itu.
“Ssaem!” seorang perawat
memanggilku dari balik pintu masuk Rumah Sakit. Oh sial! aku benci ke adaan
ini. Tuhan, apa yang harus aku lakukan?
TBC

Tidak ada komentar:
Posting Komentar